JAKARTA, KOMPAS.TV - Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Unibraw), Ali Syafaat menyoroti pentingnya teknologi perang untuk mengantisipasi ancaman pertahanan negara.
Hal tersebut menyusul adanya langkah pemerintah yang akan membentuk komponen cadangan (komcad).
Menurutnya, paradigma ancaman pertahanan negara seharusnya mengacu ke arah yang lebih modern atau situasional. Dengan kata lain, pemerintah perlu mengembangkan teknologi perang apabila ingin mengantisipasi ancaman pertahanan negara.
Baca Juga: Pro Kontra Soal Tentara Cadangan Indonesia, Pengamat: Harus Efektif Membantu TNI
"Yang harus dikembangkan adalah kekuatan yang memang tidak bersifat tradisional. Kekuatan utama yang arahnya, misal, teknologi perang, penggunaan alat utama yang bersifat strategic," ujar Ali dalam webinar "Conscientious Objection dan Dilema Komponen Cadangan" yang digelar Centra Initiative, dikutip dari Kompas.com, Rabu (10/2/2021).
Dalam mengantisipasi ancaman ini, kata dia, sudah sepatutnya negara tidak menempatkan model ancaman dalam paradigma perang tradisional.
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) masih mempunyai perspektif bahwa antisipasi ancaman pertahanan dilakukan dengan cara tradisional.
Hal itu terbukti dengan langkah pemerintah yang akan membentuk pasukan cadangan.
Ia menyebut, paradigma dalam aturan tersebut seharusnya mengacu ke arah ancaman yang lebih modern atau situasional.
Ia mengkhawatirkan, model antisipasi ancaman yang tengah dibangun pemerintah justru ke arah sebaliknya.
"Kalau yang dimaksud dengan ancaman itu sudah tidak bersifat ancaman militer yang tradisional, tentu yang harus dibangun adalah kekuatan yang bukan ke arah sana," kata dia.
Baca Juga: Kemhan Buka Kuota 25 Ribu Buat Warga Sipil Masuk Komponen Cadangan
Dalam Pasal 4 Ayat (2) UU PSDN menyebutkan bahwa ancaman yang dimaksud terdiri atas ancaman militer, ancaman non-militer dan hibrida. Luasnya ruang lingkup ancaman ini pun menimbulkan kontroversi.
Tak ayal, pembentukan komponen cadangan (komcad) dikhawatirkan dapat digunakan untuk menghadapi ancaman tersendiri, misalnya bahaya komunisme hingga terorisme.
Pada tahun ini, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) berencana menggaet 25.000 orang untuk masuk ke dalam Komcad.
Namun, perekrutan itu sendiri baru akan dilakukan setelah terbitnya Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.