Kompas TV nasional peristiwa

YLBHI Minta Pemerintah Tidak Kriminalisasi Kebebasan Berpendapat

Kompas.tv - 10 Februari 2021, 10:18 WIB
ylbhi-minta-pemerintah-tidak-kriminalisasi-kebebasan-berpendapat
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati (Sumber: kompas tv)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti

JAKARTA, KOMPAS.TV- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) minta pemerintah tidak melakukan kriminalisasi dalam kebebasan berpendapat. Respons ini disampaikan YLBHI menyikapi pernyataan pemerintah yang siap untuk dikritisi.

"Politik hukumnya jangan melakukan kriminalisasi kepada orang yang melakukan kebebasan berpendapat," kata Ketua YLBHI Asfin dalam keterangannya, Rabu (10/2/2021).

Baca Juga: Hari Pers Nasional, Seskab: Pemerintah Butuh Kritik Terbuka, Pedas, dan Keras

Tidak hanya stop melakukan kriminalisasi hukum terhadap kebebasan berpendapat. Lebih dari itu, Asfin menuturkan pemerintah juga harus berani mengambil tindakan jika terjadi kriminalisasi hukum. Jika pada kenyataannya, pernyataan yang dikeluarkan tidak diikuti kebijakan yang tepat, itu sama dengan pencitraan.

"Nah polisi itu kan ada di bawah Presiden. Jadi kalau polisi melakukan penyimpangan fungsi tugasnya, mengkriminalisasi orang yang menyampaikan kebebasan berpendapat, harusnya diperingatkan Presiden. Kalau ini tidak dilakukan ini cuma kosong aja. Pada akhirnya saya melihatnya kalau tidak diikuti dengan kebijakan itu, jadi semacam kontranarasi bahwa survei-survei mengatakan kebebasan di Indonesia menyempit. Jadi ini adalah bentuk pencitraan yang berikutnya kalau tidak ada kebijakan," ujar Asfin.

Baca Juga: Jokowi Minta Masyarakat Aktif Kritik, Warganet Sindir Soal UU ITE

Di samping itu, Asfin mengatakan pemerintah juga sebaiknya mengambil sikap terhadap buzzer, penyerang kelompok yang mengkritisi pemerintah di media sosial. Meski pun pemerintah kerap menyatakan jika buzzer bukan dari mereka.

“Tapi kalau kita lihat sulit untuk menepis tidak adanya relasi (dengan Pemerintah -red), baik itu relasi dari mereka yang mendukung Pak Jokowi ketika mencalonkan diri atau dari yang lain-lain," ujar Asfin.

Bagi YLBHI, kata Asfin, keberadaan buzzer juga tergolong lebih aman dalam mengungkap pendapatnya ketimbang oposisi. Buzzer, sambung Asfin, kebal dengan Undang-undang ITE. Sementara oposisi atau yang orang kritis dengan pemerintah tetap dikriminalisasi dalam diskriminasi.

Baca Juga: Gatot Nurmantyo Minta Polri Bebaskan Para Tokoh KAMI, Tuduhan UU ITE Banyak Pasal Karet

"Salah satu indikasi bahwa ada diskriminasi penegakan hukum kalau yang melakukan kesalahan adalah oposisi atau orang yang kritis meskipun sudah di-take down postingannya, minta maaf tetap dikriminalisasi, tetap dikriminalkan. Tetapi kalau sebaliknya influencer yang sering membantu narasi-narasi pemerintah dia seperti kebal hukum," katanya.

Sebelumnya di peringatan Hari Pers Nasional, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Pemerintah membutuhkan kritik terbuka, pedas, dan keras untuk pembangunan yang terarah dan lebih benar. Hal ini sejalan dengan kebebasan pers yang harus dijaga sesuai amanat Undang-undang No 40 Tahun 1999.

“Bagi Pemerintah, kebebasan pers adalah sesuatu yang wajib dijaga. Bagi Pemerintah, kebebasan pers, kritik, saran, masukan itu seperti jamu, menguatkan Pemerintah. Kita memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras, karena dengan kritik itulah Pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar,” ujarnya Pramono Anung.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x