NAYPYIDAW, KOMPAS.TV - Suara tembakan terdengar di ibukota Myanmar Naypyidaw, tak lama setelah polisi menggunakan meriam air untuk menghalau pengunjuk rasa, Selasa (9/2/2021). Selama dua hari berturut-turut polisi Myanmar telah menggunakan meriam air untuk menertibkan demonstran.
Namun pada hari ini, selain meriam air, terdengan juga suara tembakan untuk menghalau pengunjuk rasa. Para saksi mengatakan, tembakan terdengar seperti peralatan pengendali massa yang menembakkan peluru karet. Selain peluru karet, tidak diketahui apakah peluru tajam juga digunakan untuk menghalau pengunjuk rasa.
Para pengunjuk rasa mengumpulkan selongsong peluru dari jalan raya, serta kerikil kecil yang mereka yakini digunakan polisi untuk menembak mereka.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Larang Kerumunan, Unjuk Rasa Jalan Terus di Yangon, Mandalay dan Naypyidaw
Seperti dikutip dari the Associated Press, ada beberapa korban luka yang dilaporkan. Namun belum diketahui berapa jumlah pasti korban luka.
Para demonstran memprotes kudeta militer pekan lalu yang merebut kekuasaan dari pemerintah Aung San Suu Kyi.
Semakin maraknya demontrasi menentang junta militer, membuat penguasa Myanmar yang baru, memberlakukan larangan untuk menekan orang-orang yang menentang kudeta. Junta militer mengeluarkan keputusan yang melarang protes damai yang terjadi di dua kota terbesar di negara itu.
Beberapa pembatasan baru yang diberlakukan adalah adanya larangan pertemuan lebih dari lima orang. Selain itu, diberlakukan jam malam sejak jam 8 malam sampai jam 4 pagi di Yangon dan Mandalay. Kedua kota itu merupakan kota terbesar pertama dan kedua di Myanmar, tempat berlangsungnya demonstasi yang melibatkan ribuan orang sejak Sabtu lalu.
Pembatasan baru ini diumumkan oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing dalam pidato perdananya di televisi. Ia mengumumkan aturan darurat militer di seluruh wilayah Myanmar.
Baca Juga: Pemimpin Tertinggi Militer Myanmar Pidato, Berjanji Serahkan Kekuasaan Kepada Pemenang Pemilu Baru
Para pengunjuk rasa di Yangon melakukan unjuk rasa di persimpangan pusat kota besar sambil memberikan penghormatan tiga jari, yang merupakan simbol perlawanan dan membawa plakat bertuliskan, "Tolak kudeta militer" dan "Keadilan untuk Myanmar."
Demonstrasi juga terjadi di kota-kota di utara, tenggara dan timur negara itu.
"Kami tidak menginginkan junta militer," kata Daw Moe, seorang pengunjuk rasa di Yangon. “Kami tidak pernah menginginkan junta ini. Tidak ada yang menginginkannya. Semua orang siap untuk melawan mereka," ujarnya seperti dikutip dari the Associated Press.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.