JAKARTA, KOMPAS.TV - Prof Siti Zuhro, pengamat dan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menegaskan Pemilu dan Pilkada Serentak tidak perlu disatukan pada tahun 2024. Menurutnya pemilu yang dikatakan 'borongan' tersebut tidak realistis, terlalu berat dan memakan banyak biaya.
"(Pemilu) yang lalu sudah borongan 5 kotak (suara). Jangan ditambah lagi dengan dua kotak. 5 kotak saja sudah luar biasa ampun-ampun. Kita sudah membuktikan bahwa terlalu berat dan besar cost-nya," kata Siti, seperti dilansir dari Tribunnews.com, dalam diskusi virtual yang bertajuk "Pemilu dan Pilkada Borongan 2024: Realistiskah?" Minggu (07/02/2021).
Baca Juga: Pemilu Nasional 2024 Dianggap Lebih Efektif, Benarkah? - ROSI
Siti melanjutkan, menyatukan pemilu dan pilkada sangat tidak realistis dan terkesan hanya sekadar uji coba saja.
"Mengapa? Selain hal itu tidak realistis, juga terkesan trial and error yang tak mempertimbangkan dampak-dampak negatif Pemilu Serentak 2019 dan pilkada serentak yang digelar sejak 2015,"
Menyatukan pemilu dan pilkada pada 2024 juga bertentangan dengan mindset dan cultural set new normal yang didengungkan Presiden Jokowi. Desain pemilu dan pilkada seharusnya rasional, berkualitas, dan berdampak positif terhadap pemerintahan.
Baca Juga: Poin Urgensi yang Buat UU Pemilu Perlu Direvisi, Apa Saja?
“Jangan sampai bertentangan dengan new normal, sehingga bisa menimbulkan bad governance atau divided goverment," tambah dia.
Siti juga mengingatkan bahwa Indonesia saat ini sedang berkompetensi dan berkontestasi dengan negara-negara ASEAN.
"Kita ini sedang berkompetisi, berkontestasi dengan negara-negara ASEAN dan lebih luas lagi ke Asia Pasifik," pungkasnya.
Baca Juga: Survei Capres 2024 IndexPolitica: Prabowo Nomor Satu, Anies dan Sandiaga Bersaing Ketat
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.