ANKARA, KOMPAS.TV - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, melontarkan kritikan keras atas tekanan Amerika Serikat dan Prancis terkait demonstrasi mahasiswa.
Erdogan mengungkapkan kedua negara tersebut tak memiliki hak dalam mengkritiknya jika melihat apa yang pernah mereka lakukan.
Demonstrasi mahasiswa di Turki semakin merebak sepekan terakhir, yang menyebabkan setidaknya 170 orang telah ditahan.
Baca Juga: Indonesia dan Malaysia Desak Negara-Negara ASEAN Bicarakan Kudeta Myanmar
Unjuk rasa tersebut terjadi setelah Universitas Bogazici menunjuk Profesor Melih Bulu sebagai rektor.
Para mahasiswa menentang, karena Bulu memiliki kedekatan dengan Partai Keadilan dan Pembangunan (AK), partai berkuasa di Turki yang juga partai Erdogan.
Baca Juga: Vladimir Putin Diyakini Khawatirkan Masa Depannya, Takut Terbunuh seperti Muammar Gaddafi
AS dan Prancis, yang hubungannya tengah renggang dengan Turki berusaha menekan Erdogan terkait tindakan yang dilakukannya terhadap para demonstran.
“Mereka seharusnya berkaca lebih dulu sebelum mengkritik Turki,” ujar Erdogan, Jumat (5/2/2021), dikutip dari Daily Sabah.
Pemimpin yang akan berusia 67 tahun pada akhir bulan ini tersebut mengkritik cara Presiden Prancis, Emmanuel Macron dalam menangani demonstrasi jubah kuning.
Baca Juga: Miris, Wanita Ini Menjadi Janda Tepat di Hari Pernikahannya Seusai Pengantin Pria Ditembak Mati
Selain itu, dia juga menghardik AS yang melakukan kekerasan dalam menghadapi demonstrasi damai Black Lives Matters.
Kementerian Luar Negeri Turki juga mengkritik AS terkait hal tersebut, Kamis (4/2/2021).
Mereka menegaskan tak boleh ada pihak manapun yang ikut campur dalam masalah dalam negeri Turki.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.