NAYPYDAW, KOMPAS.TV - Myanmar hari Senin, (01/02/2021) jatuh ke status keadaan darurat militer menyusul pengumuman dari wakil presiden 1 U Myint Swe yang menyerahkan selama satu tahun 3 cabang kekuasaan negara, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif, kepada Panglima Pertahanan, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, seperti dilansir Associated Press, Senin (01/02/2021).
Wakil Presiden Myint Swe ditunjuk menjadi penjabat presiden. Myint Swe adalah mantan jenderal yang terkenal memimpin operasi militer brutal terhadap kelompok biksu Buddha tahun 2007. Myint Swe adalah sekutu dekat Than Shwe, pemimpin junta militer yang memerintah Myanmar selama dua dekade.
Sore ini, Senin (01/02/2021) penjabat presiden Myint Swe dilaporkan bertemu jajaran petinggi militer di Naypydaw, termasuk Jenderal senior Min Aung Hlaing, setelah militer mengambil alih negara dan menerapkan status darurat selama satu tahun di seluruh negeri.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Penerbangan Internasional Ditutup, Pendukung Militer Berparade di Jalan-Jalan
Penguasa militer Myanmar mengumumkan hari Senin, (01/02/2021) pemerintahan militer dibawah Jenderal Senior Min Aung Hlaing akan menggelar pemilihan umum baru pada akhir status darurat militer satu tahun ke depan, dan akan menyerahkan kekuasaan kepada siapapun pemenang pemilu tersebut.
Saluran TV penguasa militer, Myawaddy TV menyiarkan pengumuman bahwa seluruh cabang kekuasaan negara, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif kini dipegang oleh satu orang, yaitu Jenderal Senior Min Aung Hlaing berdasarkan konstitusi 2008 yang dikeluarkan saat pemerintah militer berkuasa.
Baca Juga: Indonesia Desak Myanmar Menahan Diri Usai Menahan Aung San Suu Kyi
Militer yang kini memegang seluruh cabang kekuasaan negara di Myanmar mengatakan, mereka mengambil alih seluruh kekuasaan dari sipil karena pemerintahan Aung San Suu Kyi gagal menangani tudingan mereka tentang maraknya kecurangan pemilu.
Pada pemilu yang digelar November tahun lalu, Liga Nasional untuk Demokrasi memenangkan pemilu dengan mayoritas suara dan mempermalukan partai yang didukung militer, Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan USDP.
Amerika Serikat, Australia, PBB, dan berbagai kelompok HAM, menyuarakan keprihatinan atas keputusan militer mengambil alih kekuasaan di Myanmar.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.