NAYPYIDAW, KOMPAS.TV - Thailand dan Kamboja memutuskan tak mau ikut campur dengan permasalahan kudeta militer yang terjadi di Myanmar.
Sedangkan Filipina lebih mengkhawatirkan kondisi warganya yang tinggal di Myanmar.
Kudeta Myanmar terjadi setelah pemimpin partai berkuasa, Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint ditangkap, Senin (1/2/2021) dini hari.
Baca Juga: Selain Kudeta Myanmar, Ini 5 Kudeta Berbahaya Sepanjang 30 Tahun Terakhir
Sejumlah negara pun mengancam kudeta militer tersebut, dan banyak yang meminta agar Aung San Suu Kyi dan semua yang ditangkap dibebaskan.
Namun, Thailand dan Kamboja memilih untuk tak mempedulikan hal tersebut.
“Itu urusan dalam negeri mereka,” ujar wakil Perdana Menteri Thauland, Prawit Wongsuwan dikutip dari The Strait Times.
Baca Juga: Kudeta Militer di Myanmar, Jepang Tak Berencana Pulangkan Warganya
Hal yang sama diungkapkan oleh Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.
“Kamboja tak mau mengomentari urusan dalam negeri negara lain, baik dalam kerangka ASEAN atau negara lain,” tuturnya.
Baca Juga: Pasca Kudeta Aung San Suu Kyi, Kemlu Kesulitan Hubungi KBRI di Myanmar
Filipina pun setali tiga uang dengan Thailand dan Kamboja, karena yang menjadi fokus mereka adalah warganya di sana.
“Yang terpenting adalah keselamatan warga kami yang saat ini berada di Myanmar,” tutur Juru Bicara Presiden Filipina, Harry Roque.
Kudeta yang dilakukan militer Myanmar ini merupakan dampak dari pemilihan umum (pemilu) negara tersebut pada November lalu.
Baca Juga: Indonesia Mendesak Myanmar Kedepankan Pendekatan Dialog
Kemenangan Liga Demokratik Nasional (NLD) dalam pemilu, yang dituduhkan pihak militer Myanmar terjadinya kecurangan.
Namun, komisi pemilihan kemudian menepis tuduhan tersebut. Yang akhirnya membuat Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing memutuskan melakukan kudeta.
Militer Myanmar menegaskan negara dalam keadaan darurat dan akan memimpin negara selama setahun.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.