MOSKOW, KOMPAS.TV – Slogan menentang Presiden Rusia Vladimir Putin berkumandang saat puluhan ribu orang turun ke jalan hari Minggu (31/1) menuntut pembebasan pemimpin oposisi Alexei Navalny. Dalam aksi unjuk rasa berskala nasional itu, lebih dari 4.000 orang pengunjuk rasa ditangkap polisi Rusia. Beberapa orang di antaranya menuai pukulan dari polisi.
Pihak berwenang Rusia melakukan upaya besar-besaran untuk membendung gelombang demonstrasi menyusul aksi unjuk rasa oleh puluhan ribu orang di seluruh penjuru Rusia pekan lalu. Ini merupakan aksi ketidakpuasan terbesar dan terluas yang terjadi di Rusia selama bertahun-tahun. Namun, meski ada ancaman penjara, peringatan terhadap sejumlah kelompok media sosial dan penjagaan ketat polisi, aksi protes kembali melanda kota-kota di 11 zona waktu Rusia pada hari Minggu.
Navalny (44), penyelidik anti-korupsi yang merupakan kritikus Putin paling terkenal, ditangkap pada 17 Januari usai kembali dari Jerman. Navalny menghabiskan waktu 5 bulan di Jerman untuk memulihkan diri dari keracunan zat saraf yang ditudingnya telah dilakukan oleh Kremlin. Pemerintah Rusia menolak tuduhan itu. Navalny ditangkap karena diduga melanggar pembebasan bersyaratnya dengan tidak melaporkan diri pada penegak hukum saat ia memulihkan diri di Jerman.
Amerika Serikat (AS) mendesak Rusia untuk membebaskan Navalny dan mengkritik tindakan keras pada aksi-aksi protes tersebut.
“AS mengutuk penggunaan taktik kekerasan terus-menerus oleh pihak berwenang Rusia terhadap para pengunjuk rasa dan jurnalis selama dua pekan berturut-turut,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam twitternya seperti dilansir dari Associated Press.
Baca Juga: Rusia Diguncang Demonstrasi, Vladimir Putin: Pembebasan Alexei Navalny Berbahaya dan Ilegal
Menteri Luar Negeri Rusia menolak desakan Blinken, dan menyebutnya sebagai campur tangan kasar dalam urusan dalam negeri Rusia. Menlu Rusia juga menuding Washington berupaya mengguncang situasi di Rusia dengan mendukung aksi protes.
Ribuan orang ditangkap, termasuk istri Navalny
Menurut OVD-Info, sebuah kelompok yang memantau aksi penangkapan politik, polisi Rusia telah menahan lebih dari 4.700 orang dalam aksi protes di kota-kota besar Rusia pada hari Minggu. Penangkapan itu menyusul penahanan 4.000 orang sebelumnya pada aksi demonstrasi yang berlangsung pada 23 Januari lalu di lebih dari 100 kota Rusia.
Di Moskow, pihak berwenang memberlakukan langkah-langkah keamanan di pusat kota yang belum pernah dilakukan sebelumnya, seperti menutup stasiun kereta bawah tanah, memotong jalur bus dan memerintahkan penutupan restoran dan pertokoan.
Semula, kubu Navalny menyerukan agar aksi protes pada Minggu kemarin digelar di Lapangan Lubyanka di Moskow, lokasi markas besar Dinas Keamanan Federal yang dituding Navalny bertanggung jawab atas keracunan yang dialaminya. Namun, penjagaan ketat polisi membuat para demonstran kemudian bergeser ke lapangan dan jalanan di sekitarnya.
Ribuan pengunjuk rasa berjalan kaki di jalanan pusat kota sembari meneriakkan slogan “Putin, mundur!” dan “Putin, pencuri!”. Ini merujuk pada sebuah properti mewah di kawasan Laut Hitam yang dilaporkan dibangun untuk pemimpin Rusia itu.
Baca Juga: Dituding Alexei Navalny Punya Istana Mewah di Laut Hitam, Ini Bantahan Presiden Rusia Vladimir Putin
Polisi Rusia menangkapi orang-orang secara acak dan memasukkan mereka ke dalam bus-bus polisi.
“Saya tidak takut, karena kami adalah mayoritas,” ujar Leonid Martynov, yang ikut ambil bagian dalam aksi unjuk rasa. “Kami tidak boleh takut, karena kebenaran ada di pihak kami.”
Kerumunan demonstran sempat berjalan menuju penjara Matrosskaya Tishina, tempat Navalny ditahan. Namun, barikade polisi memukul mundur para demonstran. Para demonstran lalu tetap melanjutkan aksi mereka di sekitar Moskow.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.