Kompas TV bbc bbc indonesia

Virus Nipah: Ada Sejak 2001 dan Sudah Memakan Korban, Bagaimana Gejalanya?

Kompas.tv - 27 Januari 2021, 14:30 WIB
virus-nipah-ada-sejak-2001-dan-sudah-memakan-korban-bagaimana-gejalanya
Ilustrasi Kelelawar Buah (Sumber: shutterstock)
Penulis : Rizky L Pratama

JAKARTA, KOMPAS.TV – Bukan hanya para ilmuwan yang khawatir dengan adanya virus Nipah ini. Organisasi kesehatan dunia, WHO, setiap tahun selalu meninjau daftar panjang patogen yang dapat menyebabkan darurat kesehatan masyarakat untuk memutuskan prioritas anggaran riset dan pengembangan mereka.

Baca Juga: Virus Nipah: Bagaimana Manusia Bisa Terjangkit?

Mereka fokus pada patogen yang mengancam kesehatan manusia yang berpotensi menjadi pandemi, dan yang ada belum ada vaksinnya.

Virus Nipah masuk di 10. Dan, dengan sejumlah wabah yang sudah terjadi di Asia, kemungkinan besar kita masih akan menemuinya di masa depan.

Dari riset yang dirilis WHO dengan judul “Nipah virus outbreaks in Bangladesh: a deadly infectious disease”, selama tahun 2001 hingga 2011 virus Nipah sudah terjadi sebanyak 196 kasus di Bangladesh. Dan 150 kasusnya menyebabkan kematian dengan persentase 77%.

Ada beberapa alasan yang membuat virus Nipah begitu mengancam kesehatan manusia.

Periode inkubasinya yang lama (dilaporkan hingga 45 hari, dalam satu kasus) berarti ada banyak kesempatan bagi inang yang terinfeksi, tidak menyadari bahwa mereka sakit, untuk menyebarkannya.

Ia bahkan dapat menginfeksi banyak jenis hewan, menambah kemungkinan penyebarannya. Dan ia dapat menular baik melalui kontak langsung maupun konsumsi makanan yang terkontaminasi.

Seseorang yang terinfeksi virus Nipah dapat mengalami gejala-gejala pernapasan termasuk batuk, sakit tenggorokan, meriang dan lesu, dan ensefalitis, pembengkakan otak yang dapat menyebabkan kejang-kejang dan kematian.

Singkatnya, ini adalah penyakit yang sangat berbahaya bila tersebar.

Baca Juga: Virus Nipah: Apakah Bakal Jadi Pandemi Selanjutnya?

Maka dari itu, manusia harus mengurangi kontak dengan kelelawar yang berpotensi menyebarkan virus Nipah.

Karena selain virus Nipah, kelelawar juga kita ketahui membawa penyakit berbahaya seperti Covid-19, Ebola, dan Sars.

Kalau begitu, perlukah kita membasmi kelelawar? Tidak, kecuali kita ingin memperburuk keadaan, kata Tracey Goldstein, direktur Laboratorium One Health Institute dan laboratorium Proyek Prediktik.

"Kelelawar memainkan peran ekologis yang sangat penting," ujarnya.

Kelelawar menyerbuki lebih dari 500 spesies tanaman. Mereka juga membantu mengendalikan populasi serangga - peran yang sangat penting dalam mengendalikan penyakit pada manusia dengan, misalnya, mengurangi risiko malaria dengan memakan nyamuk-nyamuk yang menjadi vektornya, kata Goldstein.

"Mereka memainkan peran yang sangat penting dalam kesehatan manusia."

Dia juga menekankan bahwa memusnahkan kelelawar telah terbukti merugikan dari sudut pandang penyakit.

"Yang dilakukan suatu populasi saat Anda mengurangi jumlahnya ialah membuat lebih banyak anak - itu akan membuat [manusia] lebih rentan. Dengan membunuh hewan, Anda meningkatkan risikonya, karena Anda meningkatkan jumlah hewan yang menyebarkan virus," ujarnya.





Sumber : Kompas TV

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

BERITA LAINNYA



Close Ads x
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.