GAZA CITY, KOMPAS.TV — Presiden Palestina Mahmoud Abbas sudah mengumumkan keputusan pemilihan umum pertama Palestina sejak 2006, yang akan memilih presiden dan anggota parlemen Palestina, akan digelar pertengahan tahun ini.
Namun perjalanan menuju pemungutan suara, yang merupakan kunci untuk mendirikan negara Palestian dan mempertemukan jurang perbedaan antara Fatah dan Hamas, penuh dengan onak dan duri, demikian dilansir Associated Press, Minggu (17/01/2021)
Pemilihan anggota parlemen akan dilaksanakan 22 Mei, diikuti oleh pemilihan presiden pada 31 Juli tahun ini.
Faksi-faksi di Palestina akan bertemu di Mesir bulan Januari ini, berharap bisa mencapai kesepakatan soal logistik pemilu dan mempertemukan perbedaan mereka sebelum kampanye pemilu digelar.
Saat ini Mahmoud Abbas berkuasa di Tepi Barat, sementara Hamas memerintah di Jalur Gaza. Sangat banyak pertanyaan menggantung tentang rencana pemilu tersebut. Inilah berbagai kerumitan yang menyelimuti rencana Palestina itu:
Baca Juga: Mahmoud Abbas Umumkan Pemilu Presiden dan Parlemen Palestina Akan Digelar Tahun ini
KENAPA SEKARANG?
Palestina sudah menderita lahir batin semasa pemerintahan Amerika Serikat dibawah Donald Trump, yang secara garis besar berpihak pada Israel, sehingga Palestina memutuskan hubungan dengan pemerintahan Donald Trump.
Trump juga menjadi perantara pembukaan hubungan diplomatik antara Israel dengan empat negara Arab, meruntuhkan tembok persatuan Arab menentang normalisasi hubungan diplomatic dengan Israel sampai terjadi konsesi yang adil kepada Palestina.
Lebih dari itu, pemerintahan Donald Trump memutus bantuan AS kepada Palestina sehingga makin melemahkan posisi Palestina.
Sementara, presiden AS terpilih, Joe Biden, diperkirakan akan mengambil posisi yang lebih seimbang, dimana Biden diharapkan akan lebih dulu memusatkan perhatian pada kesepakatan nuklir Iran.
Mahmoud Abbas tampaknya berupaya memulai hubungan baik dengan pemerintahan Joe Biden di AS melalui pelaksanaan pemilu, yang merupakan tuntutan dunia Barat sejak lama.
Abbas kemungkinan juga mendapat tekanan dari Uni Eropa, salah satu pihak paling penting dalam perjuanan Palestina memiliki pemerintahan berdaulat.
Tekanan yang sama tampaknya juga meluncur dari Turki dan Qatar perihal Hamas.
Baca Juga: Diplomasi Indonesia di Tahun 2021 Akan Tetap Mendukung Palestina
TANTANGAN KE DEPAN
Fatah dan Hamas sudah bertahun-tahun berupaya mempertemukan perbedaan setelah mereka pecah kongsi sekitar satu dekade lalu.
Hamas yang masuk kategori organisasi teroris oleh Israel dan negara-negara Barat, memenangkan pemilu tahun 2006 namun komunitas internasional secara garis besar menolak berurusan dengan pemerintahan Palestina yang memiliki unsur Hamas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.