SOLO, KOMPAS.TV - Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air penerbangan SJ 182, Sabtu (9/1/2021) sore, begitu mengejutkan. Pasalnya, dilihat dari data Filghtradar, B737-500 Sriwijaya Air SJ182 berhenti di sekitar 11 mil laut Bandara Soekarno-Hatta, di atas Kepulauan Seribu.
Berdasarkan data tersebut, pesawat Sriwijaya dapat diduga jatuh menukik tajam dalam keadaan stall. Bagaimana kondisi pesawat stall yang dimaksud?
Pesawat didesain hingga bisa tetap terbang hanya dengan kecepatan 280 km per jam, dikutip dari dw.com.
Itu karena pesawat memiliki sayap dengan bentuk khusus. Sayap pesawat dapat membelokkan udara ke bawah hingga mengangkat badan pesawat.
Hal itu bisa terjadi selama udara dapat mengalir mulur ke bagian belakang permukaan sayap.
Pesawat dapat jatuh, salah satunya bila mengalami macet (stall). Menurut panduan Stall and Spin Accidents, stall lebih mungkin terjadi ketika pesawat ada dalam fase keberangkatan, yaitu lepas landas, naik ke ketinggian, dan berputar.
Menurut Aeronautical Dictionary oleh Deborah Balter, macet bisa terjadi karena dua hal.
Stall bisa terjadi karena perbedaan sudut sayap pesawat dengan aliran angin (Angle of Attack) terlalu besar, lebih dari 15 derajat. Artinya, pesawat mendaki terlalu cepat.
Stall juga bisa terjadi karena cairan dalam pipa bensin atau pipa lainnya macet atau vapor lock.
Namun, pilot mesti terlatih untuk bisa mengatasinya. Bahkan, pilot mesti melakukan stall secara sengaja dalam pelatihan.
Dalam skenario sudut sayap terlalu besar, tanda awalnya berupa pusaran angin di permukaan atas sayap. Tanda lainnya dapat berupa hentakan atau getaran pesawat. Pesawat juga biasanya memiliki sistem peringatan mengantisipasi kejatuhan.
Dalam kondisi itu, pilot harus menurunkan hidung pesawat.
Bila sudut sayap tetap melebar, seluruh bagian sayap akan mulai berputar. Sayap lalu akan kehilangan fungsinya. Pesawat kemudian miring ke depan dan jatuh.
Stall juga bisa terjadi pada sebelah sayap saja. Itu bisa terjadi ketika pesawat terbang melengkung.
Dalam kondisi itu, keseluruhan pesawat bisa berputar dan jatuh seperti batu. Pilot bisa mengontrol pesawat, bila berada di ketinggian yang cukup untuk memulihkan keadaan.
Menurut AOPA Air Safety Institute, kecelakaan pesawat karena mesin mogok 50% lebih mematikan dari kecelakaan pesawat karena sebab lain.
Sepanjang 2000-2015 hanya sekitar 5% stall terjadi pada penerbangan komersial.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.