BANGUI, KOMPAS TV – Presiden Republik Afrika Tengah Faustin-Archange Touadera terpilih kembali dalam pemilihan umum dan akan menjalani masa jabatan kedua, menurut hasil sementara yang diumumkan komisi pemilihan umum negara tersebut hari Senin, (04/01/2021) seperti dilansir Associated Press
Touadera terpilih kembali dalam satu putaran pemilihan umum yang digelar 27 Desember tahun lalu, meraih 53,9 persen suara pemilih, demikian dinyatakan Otoritas Pemilu Nasional Republik Afrika Tengah.
Di posisi kedua adalah Anicet-Georges Dologuele yang meraih 21,1 persen suara, diikuti Martin Ziguele yang meraih 7,4 persen suara.
Pemilu di Republik Afrika Tengah ditandai dengan kekerasan dan pembentukan koalisi pemberontak, ditambah desakan dari oposisi untuk menunda pemungutan suara.
Baca Juga: Rakyat Republik Afrika Tengah Lakukan Pemungutan Suara
Peninjau internasional mencatat pemungutan suara di ibukota Bangui berjalan aman dan lancar, namun berbagai tindak kekerasan membuat pemilih terhadang mendatangi tempat pemungutan suara di banyak bagian negara itu.
Hal itu terjadi walau pasukan penjaga perdamaian dan pasukan Rusia serta Rwanda disebar di beberapa titik negara itu setelah terjadinya serangan pasca pemungutan suara.
Associated Press melaporkan, hasil penghitungan suara akan divalidasi secara resmi oleh Mahkamah Konstitusi negara itu yang juga akan memproses banding dan keberatan dari pihak yang terlibat.
Pengumuman hasil penghitungan suara pemilu Republik Afrika Tengah terjadi seiring meningkatnya kekerasan bersenjata diluar ibukota, termasuk serangan hari Sabtu (02/01/2021) terhadap rumah kedua Touadera di Damara, sebuah kecamatan yang terletak 75 kilometer dari ibukota Bangui.
Baca Juga: Republik Afrika Tengah Kian Membara, Tiga Tentara Perdamaian PBB Terbunuh
Serangan itu dihalau tentara Republik Afrika Tengah didukung pasukan Rusia, Rwanda, dan Kongo yang berada di negara itu berdasarkan kerja sama militer dengan pemerintah Republik Afrika Tengah.
Touadera menuding mantan presiden Francois Bozize berada di belakang berbagai kekerasan seputar pemilu kali ini.
“Di puncak perkumpulan kriminil ini adalah mantan presiden Francois Bozize yang didukung sekutu politiknya,” tutur Touadera seraya melanjutkan,”Berbagai serangan itu bertujuan menjungkalkan kelembagaan Republik dan mengakhiri proses demokrasi, yang akhirnya bertujuan mendirikan transisi,”
Abacar Sabone yang menjadi komandan operasi militer koalisi pemberontak CPC mengatakan, operasi militer mereka hanyalah peringatan kepada pemerintah bahwa koalisi pemberontak mampu menyerang ibukota Bangui, bila Touadera tidak membuka konsultasi dan dialog dengan koalisi pemberontak.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.