JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus video syur yang melibatkan Gisella Anastasia menjadi sorotan media Inggris, The Sun. Dalam artikel yang dibuat 31 Desember 2020, The Sun menuliskan judul, "Keadilan kejam, penyanyi terancam dipenjara setelah rekaman adegan video syur dicuri dari ponselnya dan tersebar secara online di Indonesia,"
Lalu di isi artikel, The Sun menyebut UU Anti Pornografi di Indonesia sangat kontroversial.
The Sun menuliskan bahwa orang-orang di Indonesia, berdasarkan undang-undang, dilarang tampil sebagai model atau objek dalam konten pornografi apapun.
Tak hanya menyoroti soal Gisel, The Sun juga membahas kasus video syur yang menjerat penyanyi Nazril Irham alias Ariel, pada 2010 silam.
Baca Juga: Wow, Media Asing The Sun dan South China Morning Post Ikut Soroti Kasus Video Syur Gisel
Saat itu, Ariel dihukum tiga setengah tahun penjara karena video syurnya beredar luas setelah laptopnya dicuri.
Meski tak ada bukti yang menunjukkan Ariel menyebarkan video itu, seorang hakim menjatuhkan vonis karena menilai vokalis NOAH itu lalai.
The Sun menyebutkan UU Anti Pornografi di Indonesia ditentang keras oleh pengacara HAM dan aktivis perempuan, yang berpendapat bahwa undang-undang itu sering mengkriminalisasi orang yang seharusnya dilindungi negara.
Selain The Sun, media asing South China Morning Post (SCMP) juga memberitakan soal kasus video syur Gisel.
Aktivis perempuan dan pendiri Arts for Women, Olin Monteiro, mengatakan UU Anti Pornografi seharusnya diamandemen karena disahkan secara tergesa-gesa. Ia mengatakan Gisel adalah korban yang harus dilindungi negara dalam kasus penyebaran video syur.
Baca Juga: Soal Kasus Video Gisel, Mengapa Polisi Belum Ungkap Penyebar Video Pertama?
"Hukum seharusnya tidak menuntut karena membuat konten dewasa untuk penggunaan pribadi, hukum seperti ini merugikan perempuan dan kelompok marjinal lainnya," ujarnya mengutip Tribunnews, Minggu (3/1/2021).
"Korban revenge porn, misalnya. (Mereka) akan takut melaporkan kasusnya ke penegak hukum," beber Olin.
Komisaris Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Mariana Amarudin, menyebutkan UU Anti Pornografi justru mencabut hak perempuan di masyarakat yang sebagian besar patriarkal.
"Dalam kasus porno, perempuan lebih dirugikan dibanding laki-laki, karena tubuh perempuan lebih (difokuskan) dibandingkan laki-kaki,"
"Perempuan juga sering dijadikan objek telanjang sehingga mudah bagi mereka untuk menjadi tersangka dalam kasus seperti ini," tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.