BEIJING, KOMPAS TV – Surplus perdagangan China meroket ke angka 75.4 miliar dollar AS bulan November, seiring lonjakan ekspor sebesar 21.1% dibanding tahun sebelumnya yang didorong tingginya permintaan konsumen Amerika Serikat.
Ekspor ke Amerika Serikat melonjak sebesar 46% terlepas dari peningkatan tariff dalam perang dagang dengan Washington, demikian laporan cukai China seperti dikutip Associated Press Senin (07/12/2020)
Total ekspor naik ke 268 miliar dollar AS, meningkat dari pertumbuhan 11.4% pada bulan Oktober. Import naik 5% ke 192.6 miliar dollar AS, naik dari angka pertumbuhan impor 4.7% pada bulan sebelumnya.
Baca Juga: Ekspor China Melonjak Bulan Oktober Didorong Tingginya Permintaan Amerika Serikat
Eksportir China mendapat keuntungan dari keputusan pemerintah China membuka kembali negara itu setelah berhasil mengendalikan penularan virus Covid-29 pada bulan Mret, sementara para pesaing China masih terkapar dalam upaya mengendalikan penyebaran virus tersebut.
“Ekspor jauh lebih kuat pada November dibanding yang diperkirakan,” tutur Julian Evans-Pritchard dari Capital Economics dalam sebuah laporan.
Para pengamat melihat kenaikan ini tidak akan berlangsung hingg tahun 2021 saat vaksin Covid-19 mulai diluncurkan.
“Kami perkirakan kinerja ekspor tidak akan sebagus ini,” tutur Louis Kuijs dari Oxford Economics dalam sebuah laporan.
Surplus perdagangan global China pada 11 bulan tahun 2020 adalah senilai 460 miliar dollar AS, naik 21.4% dibanding saat yang sama tahun lalu, dan juga tertinggi sepanjang sejarah.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Ekonomi Indonesia Terbaik Kedua di Antara G20 Setelah China
Ekspor ke Amerika Serikat melonjak ke angka 51.9 milar dollar AS sementara impor dari AS tumbuh 33% ke 14.6 miliar dollar AS. Surplus perdagangan dengan Amerika Serikat membengkak 52% dibanding tahun sebelumnya ke tingkat surplus 37.3 miliar dollar AS.
Beijing menjanjikan untuk membeli lebih banyak produk AS seperti kedelai, gas alm dan hasil ekspor AS lainnya sebagai bagian dari kesepakatan “Tahap 1” yang ditandatangani pada Januari lalu dan bertujuan mengakhiri perang tarif antara kedua negara China dan AS atas ambisi teknologi China.
Kedua negara sepakat menunda kenaikan tarif lebih lanjut pada barang-barang mereka namun penalty senilai miliaran dollar AS atas impor tetap berlaku.
Impor China tumbuh lebih kencang secara volume dibanding secara nilai karena permintaan berkurang akibat penutupan industri dan perjalanan sehingga membuat harga-harga (bahan impor) menjadi turun.
China saat ini berada pada jalurnya sebagai satu-satunya ekonomi besar yang berhasil tumbuh tahun 2020 sementara berbagai kegiatan di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang anjlok.
Baca Juga: Jokowi Dorong Kerja Sama Ekonomi Digital di KTT ASEAN-China
Ekonomi China mengkerut sebesar 6.8% dibanding tahun sebelumnya pada tiga bulan pertama 2020 stelah berbagai pabrik, took dan kantor ditutup untuk melawan virus Covid-19. Pertumbuhan memantul kembali ke tingkat pertumbuhan 3.2% pada kuartal kedua dan melaju sebesar 4.9% pada kuartal ke 3 yang berakhir September
Pembuat kendaraan dan pengusaha manufaktur besar lain sudah kembali kepada kegiatan normal, membantu tumbuhnya permintaan atas biji besi, tembaga, dan bahan baku lain. Penjualan eceran kembali ke tingkat sebelum pandemi dan tumbuh 4.3% dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya.
Pada bulan November kemarin, ekspor ke 27 negara Uni Eropa naik sebesar 8.6% dibanding kenaikan tahun sebelumnya ke tingkat 37.5 miliar dollar AS, sementara impor barang-barang Uni Eropa tumbuh sebesar 4.5% ke tingkat 26.2 miliar dollar AS. Surplus perdagangan China dengan Eropa melebar hingga 20% ke angka 11.3 juta dollar AS.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.