YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Keputusan memulai pembelajaran tatap muka di sekolah menuai pro kontra. Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama mengungkapkan persyaratan yang tidak boleh dilupakan untuk memulai pembelajaran tatap muka di sekolah saat pandemi Covid-19.
Ia menilai pembelajaran tatap muka di sekolah perlu melibatkan sejumlah pihak, seperti Dinas Pendidikan, Kesehatan, dan pakar epidemiologi untuk merumuskan langkah yang harus diambil di masing-masing daerah.
“Pengambilan keputusan pembelajaran tatap muka di sekolah tidak cukup berdasarkan zonasi risiko Covid-19,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (2/12/2020).
Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka Dihentikan Karena Berada di Zona Merah
Selain zonasi, Bayu menuturkan perlu memertimbangkan parameter seperti positivity rate supaya lebih akurat. Positivity rate yang diharapkan berada di bawah angka lima persen.
Meskipun demikian, positivity rate ini harus dilihat masing-masing daerah dan bukan indikator secara nasional. Selain jumlah penelusuran, ia mengatakan perlu melihat jumlah kasus aktif, kasus baru, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit dan lainnya.
Menurut Bayu, keputusan pemerintah mengizinkan pembelajaran tatap muka di sekolah bisa dimulai pada Januari mendatang belum tetap. Alasannya, melihat data kasus Covid-19 di Indonesia secara umum saat ini.
“Tetapi untuk dapat menakar kesiapan pembelajaran tatap muka harus melihat kondisi masing-masing daerah, tidak bisa disamaratakan,” ucapnya.
Selain protokol umum Covid-19, pembelajaran tatap muka di sekolah perlu protokol tambahan, seperti, pengawasan harian kondisi murid, guru, dan orangtua murid, pengaturan jam kelas menjadi lebih pendek, pengaturan posisi duduk di kelas dan ruang guru, serta bagaimana memastikan setiap kelas memiliki ventilasi yang baik.
“Anak usia SD ke bawah yang paling susah untuk menggunakan masker. Jadi tingkat kesulitan edukasinya memang lebih tinggi ketimbang SMP dan SMA,” tuturnya.
Baca Juga: Belum Dapat Izin, SD Swasta Nekat Buka Pembelajaran Tatap Muka
Terkait penerapan pembelajaran tatap muka di jenjang pendidikan tinggi, ia berpendapat masing-masing perguruan tinggi perlu berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mengawasi mahasiswa yang masuk ke daerah tersebut. Semua mahasiswa yang akan datang ke suatu daerah wajib melakukan karantina mandiri selama 14 hari.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.