JAKARTA, KOMPAS.TV - Era mobil berbahan bakar listrik semakin nyata di depan mata.
Produsen-produsen otomotif berlomba memperkenalkan produksi mobil listrik mereka, tak hanya di pasar dunia tapi juga di Indonesia, seperti Tesla, Toyota, Nissan, Hyundai, hingga KIA.
Seberapa besar dampaknya jika mobil listrik ini bisa meluncur di jalanan Indonesia?
Penggunaan mobil yang diklaim lebih ramah lingkungan ini terus didorong di Indonesia, memangnya infrastrukturnya sudah siap?
Berikut ulasan tim Kompas Bisnis.
Soal mobil listrik ini semacam ayam dan telur, mana duluan yang harus didahulukan.
Sebenarnya pemerintah menargetkan produksi mobil listrik di 2025 bisa mencapai 20 persen dari total produksi otomotif.
Nah, Kementerian ESDM dan PLN yang tugasnya membangun stasiun pengisian listrik pun sudah dapat penugasan untuk membangun stasiun pengisian listrik.
Tapi jangan sampai mobil listrik yang digadang-gadang ramah lingkungan, listriknya masih tidak ramah lingkungan karena menggunakan tenaga batu bara.
Kendala lain, mobil listrik di Indonesia cenderung mahal. Sementara pasar otomotif di Indonesia terbanyak adalah pembeli mobil di bawah Rp 250 juta.
Dampak terbesar dari penggunaan mobil listrik ini sudah pasti bahan bakar minyak konsumsinya akan makin berkurang.
Data dari AFP Industrial menyebut, akan ada penghematan hingga 250 miliar dollar seluruh negara di dunia ketika permintaan minyak turun hingga 70 persen dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.
Contoh salah satu negara yang jor-joran dengan mobil listrik yaitu Tiongkok.
Studi yang dilakukan carbon tracker, lembaga pengawas industri menyebut nanti di 2030 Tiongkok bisa menghemat 80 miliar dollar atau sekitar Rp 1.100 triliun karena mobil listrik.
Sebagai perbandingan pendapatan negara dari pajak di APBN 2021 mencapai 1.400 triliun.
Tahun lalu Tiongkok sudah menjual kendaraan listrik.
Di Indonesia penggunaan Pertalite saat ini paling besar konsumsinya.
Pertamina lagi gencar mendorong masyarakat supaya beralih ke bahan bakar yang dianggap lebih ramah lingkungan yaitu Pertalite.
Sekarang pertamina bahkan mendiskon Pertalite yang bisa dinikmati pengendara roda 2, roda tiga, angkot dan taksi plat kuning.
Sebenarnya pemerintah punya aturan penggunaan BBM beroktan di bawah 91 harusnya sudah tidak boleh.
Di dunia saja cuma ada 7 negara yang pake BBM beroktan di bawah 91, termasuk Indonesia.
Selain BBM konsumsinya berkurang, pamor nikel bakal naik sebagai bahan baku baterai mobil listrik.
Jika nikel ini jadi primadona, harganya sudah pasti bakal meroket.
Beberapa investor asing dari Tiongkok dan Korea Selatan pun sudah melirik untuk berinvestasi di Indonesia.
Program hilirisasi nikel pun dikebut, jadi kalau perencanaannya tepat.
Bukan tidak mungkin Indonesia nanti bisa jadi penghasil baterai mobil listrik nomor 1 di dunia.
Program diskon ini supaya masyarakat berpindah ke penggunaan BBM yang lebih berkualitas dan ramah lingkungan.
Lebih lengkap, simak video ulasan dari tim Kompas Bisnis.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.