JAKARTA, KOMPASTV. Manuver Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, bukan pepesan kosong. Rata-rata investor yang “dipepet”, mengembuskan angin segar.
Gagal bertemu CEO Tesla Elon Musk, sekadar menjadi kesuksesan yang tertunda. Tetapi, kepastian investasi dari tangan investor negara lain, berhasil digaet.
Pekan ini, korporasi asal Korea Selatan, LG Chem Ltd, dipastikan menandatangani kerjasama dengan Indonesia, atas proyek baterai lithium mobil listrik.
“Kalau tidak ada perubahan, akan ditandatangani pekan ini,” papar Luhut. Meskipun, belum ada detail nilai kontrak dan bentuk kerjasama tersebut.
Menurutnya, Indonesia akan melakukan pendekatan dengan banyak pihak dalam mengembangkan industri kendaraan listrik. Termasuk para pemain besar industri baterai kendaraan listrik dari berbagai negara, agar mau berinvestasi di Tanah Air.
Kunjungan kerja Luhut, diibaratkan “mak comblang” antara investor asing, dengan dunia usaha di dalam negeri.
“Kita penginnya ke mana saja berkawan, apakah dia China, apakah di Amerika, atau mana,” tandas Luhut, dalam webinar, Selasa 17 November 2020.
Baca Juga: Wujudkan Mimpi Luhut, Hyundai Bangun Pabrik Mobil Listrik Bekasi
Perlu dicatat, Korea Selatan (Hyundai) dan China (Wuling) melejit pamornya dalam hal mobil listrik “murah”. Sedangkan Amerika Serikat punya identitas mobil listrik kelas atas (Tesla). Tiga negara ini dianggap “gerombolan elite” pada investasi mobil listrik.
Surga Bahan Baku Mobil Listrik
Mengundang investor asing dan membangun manufaktur di Indonesia, juga jadi upaya menggeser fundamental alias basis ekspor. Indonesia adalah surga bahan baku baterai mobil listrik (lithium), yaitu nikel dan kobalt. Tetapi selama ini, yang banyak diekspor adalah bahan baku mentah.
Badan Geologi Kementerian ESDM mencatat, pada tahun lalu, produksi bijih nikel dunia mencapai 2,67 juta ton. Indonesia menjadi produsen terbesar, dengan produksi nikel sebesar 800.000 ton.
Realisasi itu jauh lebih tinggi dibanding negara-negara lain. Filipina sebagai negara produsen terbesar dunia ke-2 saja hanya memproduksi 420.000 ton nikel.
“Kita jangan hanya ekspor raw material (bahan baku mentah), sehingga hanya tergantung pada harga komoditi,” tutur Luhut.
Baca Juga: Luhut “Makcomblang Investasi”: Posisi Tentukan Prestasi (2)
Masih memakai data kementerian ESDM, Indonesia juga memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton, dengan detail tereka 5.094 juta ton, terunjuk 5.094 juta ton, terukur 2.626 ton, hipotetik 228 juta ton. Kemudian, cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton dengan detail, terbukti 3.360 juta ton dan terkira 986 juta ton. (Dyah Megasari, Produser Kompas Bisnis)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.