JAKARTA, KOMPAS.TV - Kapolri Jenderal Idham Azis dianggap sudah mengambil langkah yang tepat dengan mencopot Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudi Sufahriadi, sebagai buntut dari acara Front Pembela Islam (FPI).
"Yang dilakukan Kapolri sudah benar karena ternyata justru tidak ada ketegasan (dari aparat keamanan) normatif dan prosedural seperti membubarkan (kerumunan) atau membatasi," kata Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Unpad, Prof Dr Muradi, Senin (16/11/2020), seperti dikutip dari laman Tribun.
Menurut Muradi, apa yang terjadi seolah pembiaran terjadinya kerumunan. "Ini seolah dibiarkan, ada massa sampai bangun tenda di Petamburan, misalnya. Itu sudah melecehkan entitas aparat keamanan. Termasuk di Megamendung juga sama," tambahnya.
Karena itu, kebijakan yang diambil Kapolri tersebut sekaligus menjawab pertanyaan publik tentang polisi tidak berbuat banyak dalam penanganan kerumunan orang di Megamendung, Kabupaten Bogor, dan Petamburan, Jakarta Pusat, saat pandemi Covid-19.
Menurutnya, ada tiga model evaluasi tindakan yang dilakukan aparat keamanan terhadap dinamika masyarakat, terutama yang terjadi di Megamendung dan Petamburan.
Pertama, keberhasilan, kedua evaluasi yang dilakukan, dan ketiga, gabungan dari pertama dan kedua.
Baca Juga: Kapolri Copot Kapolda Metro Jaya karena Tak Laksanakan Perintah Penegakan Protokol Kesehatan
Masalah utamanya ialah kerumunan orang menyambut Habib Rizieq Shihab itu dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Kerumunan orang dilarang untuk mencegah penularan virus corona.
Ada beragam instrumen hukum yang bisa digunakan polisi untuk membubarkan kerumunan orang di tengah pandemi. Misalnya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, KUH Pidana Pasal 212, Pasal 216 dan Pasal 218 hingga Perpres Peningkatan Disiplin dan Penegakkan Hukum Protokol Kesehatan Covid-19.
Faktanya, di dua tempat itu, aparat keamanan seperti membiarkan semuanya terjadi. Yang terjadi di lapangan, seperti tidak ada upaya misalnya minta surat izin, memaksa untuk membatalkan karena itu wilayah publik.
"Seperti enggak ada upaya membatasi, yang ada sebatas melokalisasi, tapi itupun mengambil ruang-ruang publik. Seharusnya yang dilakukan itu, melakukan upaya persuasif, datangi Habib Rizieq Shihab, kan enggak ada. Ketika mereka do something, efek do something-nya itu yang enggak ada," katanya.
Dengan kondisi itu, wajar masyarakat jadi bertanya pada aparat keamanan. Sebab ada perbandingannya, misalnya, aksi dukungan pada Nikita Mirzani di Bundaran Hotel Indonesia dibubarkan, sedangkan kerumunan orang terkait Habib Rizieq Shihab dibiarkan.
"Jadi publik bertanya, ini polisi kok jadi kayak takut sama Habib Rizieq Shihab, enggak boleh itu. Harus ada langkah-langkah, kalaupun langkah itu tidak berhasil, karena kurang personel misalnya, dianggap tidak mampu."
Baca Juga: Selain Copot 2 Kapolda, Kapolri Idham Azis Ganti Kapolres Jakarta Pusat dan Kapolres Bogor
Seperti diketahui, dua jenderal yang menjabat Kapolda dicopot Kapolri. Pencopotan itu diduga terkait kasus kerumunan orang di Megamendung dan Petamburan.
Kapolda Jabar Irjen Rudy Sufahriady saat ditemui pada Sabtu (14/11/2020) di Jatinangor mengatakan, kegiatan di Megamendung berlangsung aman. Namun, dia mengakui banyak pelanggaran protokol kesehatan dilakukan oleh massa. (Iman Firdaus)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.