BARCELONA, KOMPAS.TV – Di tengah ancaman kebangkitan kembali Covid-19 di Eropa, pemerintah Spanyol mengumumkan keadaan darurat. Pemberlakuan jam malam jadi salah satu instruksi pemerintah Spanyol sebagai upaya keadaan darurat mengerem laju penyebaran Covid-19.
Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sanchez menyatakan, keputusan untuk membatasi pergerakan orang-orang di jalanan di Spanyol antara pukul 11 malam hingga 6 pagi ini efektif mulai diberlakukan sejak Minggu (15/10) malam dan diperkirakan berlangsung selama 6 bulan. Namun, ada perkecualian pemberlakuan jam malam ini, yakni bagi mereka yang tengah dalam perjalanan pergi atau pulang bekerja, membeli obat dan melakukan perawatan bagi anggota keluarga.
“Realitanya, Eropa dan Spanyol saat ini berada dalam gelombang kedua pandemi,” kata Sanchez usai pertemuan kabinet, Minggu (25/10) seperti dilansir dari Associated Press. “Situasi hidup kita sekarang ini ekstrim.”
Lebih jauh Sanchez menjelaskan, para pemimpin di 17 daerah dan 2 kota otonomi di Spanyol akan diberi otoritas untuk menentukan jam malam yang berbeda, asalkan lebih ketat. Mereka juga diinstruksikan untuk menutup perbatasan daerah dan membatasi perkumpulan di luar anggota keluarga serumah hingga maksimum 6 orang.
Namun, jam malam tidak akan diberlakukan pada Kepulauan Canaria di Samudra Atlantik yang baru-baru ini dikeluarkan dari daftar destinasi yang tidak aman Covid-19 versi Inggris dan Jerman.
Dengan pemberlakuan jam malam ini, Spanyol mengikuti teladan Prancis sang tetangga, yang lebih dulu memerintahkan pembatasan pergerakan orang mulai jam 9 malam hingga 6 pagi di kota-kota besar utama. Rupanya, kehidupan malam dinilai sebagai penyebab utama kemunculan kembali infeksi Covid-19.
Baca Juga: Prancis Dilanda Gelombang Kedua Covid-19, Perdana Menteri: Situasinya Gawat
Sanchez menyatakan, ia akan meminta parlemen Spanyol pekan ini untuk memperpanjang keadaan darurat hingga Mei tahun depan. Seperti termaktub dalam konstitusi Spanyol, keadaan darurat tidak dapat berlaku lebih dari 2 minggu tanpa dukungan majelis parlemen.
Tidak Seketat Keadaan Darurat Pertama
Keadaan darurat kali kedua selama pandemi Covid-19 ini tidaklah seketat saat Spanyol menyatakan keadaan darurat pertama kali di bulan Maret. Ketika itu, Sanchez memerintahkan rakyat Spanyol untuk tinggal di rumah selama 6 minggu, yang kemudian berangsur-angsur melonggar seiring jumlah kasus Covid-19 yang menurun.
“Tidak ada pengurungan dalam rumah kali ini, tapi, semakin kita tinggal di rumah, semakin aman. Semua orang tahu apa yang harus mereka lakukan,” kata sang PM.
Otoritas Spanyol tidak ingin memberlakukan shutdown kedua kali pada wilayah berpenduduk 47 juta jiwa ini untuk menghindari resesi ekonomi lebih parah yang telah membuat ratusan ribu rakyat kehilangan pekerjaan.
“Angka kematian harus serendah mungkin, tapi kita juga harus melindungi ekonomi kita,” ujar Sanchez.
Baca Juga: Tolak Karantina Mandiri Sepulangnya dari Spanyol, 2 Wanita Didenda Rp19,2 Juta
Namun, seiring angka infeksi Covid-19 yang kembali naik sejak Agustus lalu, para ahli kesehatan yang berjibaku dengan sistem desentralisasi perawatan kesehatan Spanyol mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan di tingkat nasional. Beberapa pemimpin daerah juga telah meminta pemerintah Spanyol untuk mengumumkan keadaan darurat.
Pemberlakuan keadaan darurat ini memudahkan otoritas Spanyol mengambil tindakan segera tanpa harus berurusan dengan peraturan kesehatan publik yang harus melalui persetujuan hakim. Beberapa waktu lalu, beberapa hakim sempat menolak upaya-upaya pembatasan pergerakan orang di sejumlah daerah, hingga mengakibatkan kebingungan di kalangan publik.
Pekan lalu, Spanyol menjadi negara Eropa pertama yang telah melampaui angka 1 juta kasus infeksi Covid-19.
Baca Juga: Covid-19 di Spanyol Tembus 1 Juta Kasus
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.