Kompas TV internasional kompas dunia

Badan Pengawasan Obat AS Setujui Obat Covid-19 Pertama yaitu Remdesivir

Kompas.tv - 23 Oktober 2020, 06:22 WIB
badan-pengawasan-obat-as-setujui-obat-covid-19-pertama-yaitu-remdesivir
Gilead Sciences sedang memproduksi obat remdesivir. Pada hari Kamis, 22 Oktober 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS telah menyetujui obat pertama untuk mengobati COVID-19 yaitu remdesivir. (Sumber: Gilead Sciences via AP.)
Penulis : Tussie Ayu

WASHINGTON, KOMPAS.TV – Pada Kamis (22/10/2020), regulator AS menyetujui obat pertama untuk mengobati COVID-19, yaitu remdesivir. Obat ini merupakan antivirus yang diberikan kepada pasien yang dirawat di rumah sakit melalui infus.

Remdesivir, yang disebut perusahaan Gilead Sciences Inc. di California sebagai Veklury, dapat memangkas waktu pemulihan pasien sebanyak lima hari. Pasien Covid-19 umumnya membutuhkan waktu selama 15 untuk pulih. Dengan obat ini, waktu pemulihan dapat dipercepat menjadi 10 hari. Hal ini sudah dibuktikan dalam sebuah penelitian besar yang dipimpin oleh Institut Kesehatan Nasional AS.

Obat ini telah diizinkan untuk digunakan dalam keadaan darurat sejak musim semi lalu, dan sekarang menjadi obat pertama yang mendapatkan persetujuan penuh dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk mengobati COVID-19.

Baca Juga: Baik dan Buruk Obat Covid-19 Remdesivir di Mata Pakar Farmakologi UGM

Sebelumnya Presiden Donald Trump juga mendapatkan obat remdesivir ketika dia terinfeksi virus corona awal bulan ini.

Remdesivir atau veklury disetujui untuk orang yang berusia setidaknya 12 tahun dan berat setidaknya 40 kilogram, yang dirawat di rumah sakit karena infeksi virus corona. Untuk pasien yang berusia di bawah 12 tahun, FDA masih mengizinkan penggunaan obat dalam kasus tertentu di bawah otorisasi darurat.

Obat tersebut bekerja dengan menghambat zat yang digunakan virus untuk membuat salinan dirinya sendiri. Tes ginjal dan hati diperlukan sebelum pasien memulai pengobatan dengan remdesivir. Hal ini dilakukan untuk memastikan obat ini aman bagi pasien tersebut dan memantau kemungkinan efek samping yang akan terjadi.

Namun FDA emperingatkan agar tidak menggunakan remdesivir bersamaan dengan obat malaria hydroxychloroquine. Berdasarkan penelitian, hydroxychloroquine dapat menghambat efektivitas remdesivir.

Baca Juga: Soal Obat Corona, Kalbe Farma: Remdesivir Hanya Dijual di Rumah Sakit

“Kami sekarang memiliki pengetahuan yang cukup dan seperangkat alat yang terus berkembang untuk membantu melawan COVID-19,” kata kepala petugas medis Gilead, Dr. Merdad Parsey, dalam sebuah pernyataan yang dilansir dari the Associated Press.

Saat ini, remdesivir telah disetujui dan memiliki otorisasi di sekitar 50 negara.

Namun harga obat ini masih kontroversial, mengingat tidak ada penelitian yang menemukan bahwa remdesivir dapat meningkatkan harapan hidup pasien.

Perusahaan Gilead Sciences Inc. menetapkan harga sebesar AS$ 2.340 (sekitar Rp 34 juta) untuk perawatan orang-orang yang berada dalam program kesehatan pemerintah di Amerika Serikat. Sedangkan bagi pasien dengan asuransi swasta, dikenakan biaya sebesar AS$ 3.120 (sekitar Rp 45 juta).

Sejauh ini, hanya steroid seperti deksametason yang terbukti dapat mengurangi risiko kematian akibat Covid-19.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x