Kompas TV nasional update corona

Satu Lagi Bertambah, 3 Pemohon Warga Papua Gugat UU Cipta Kerja ke MK

Kompas.tv - 22 Oktober 2020, 22:19 WIB
satu-lagi-bertambah-3-pemohon-warga-papua-gugat-uu-cipta-kerja-ke-mk
Petugas keamanan melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (23/5/2019). (Sumber: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Penulis : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Satu lagi bertambah, pihak yang menggugat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga: Prabowo: Kita Coba Dulu UU Cipta Kerja, Jika Tak Bagus Gugat ke MK

Sebelumnya, sudah ada tiga permohonan pengujian UU Cipta Kerja yang diajukan ke MK. 

Permohonan pertama diajukan oleh dua orang pekerja bernama Dewa Putu Reza dan Ayu Putri.

Sedangkan permohonan kedua dimohonkan oleh Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (DPP FSPS) yang diwakili oleh ketua umumnya, Deni Sunarya, serta sekretaris umum Muhammad Hafiz. 

Kemudian, gugatan ketiga dimohonkan oleh oleh lima orang warga, terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta 3 orang mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.

Pihak kali ini adalah 3 orang warga Papua bernama Zakarias Horota, Agustinus R Kambuaya, dan Elias Patege. 

Ketiga pengugat itu berpandangan, berlakunya UU Cipta Kerja telah merenggut hak mereka sebagai warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. 

Sebab, pada UU itu mengurangi partisipasi publik dalam proses penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). 

"Undang-undang a quo telah mereduksi partisipasi para pemohon untuk turut serta dalam proses penyusunan Amdal," tulis pemohon dalam dokumen permohonan yang diunggah di laman resmi MK RI, sebagaimana dikutip Kompas.com Kamis (22/10/2020). 

Melalui UU Cipta Kerja, penyusunan dokuken Amdal dilakukan dengan hanya melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak pada lingkungan hidup. 

Padahal, semula, dalam Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur, Amdal disusun tidak hanya melibatkan masyarakat yang terkena dampak, tetapi juga pemerhati lingkungan hidup dan yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal. 

Menurut pemohon, UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan yang menyebutkan bahwa masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal. 

"Maka dari itu keberlakuan undang-undang a quo yang mereduksi partisipasi masyarakat berimplikasi pada hilangnya kesempatan masyarakat untuk menyuarakan dan mendapatkan perlindungan hak-hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 28H Ayat (1) UUD NRI 1945," kata pemohon. 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x