WASHINGTON, KOMPAS.TV- Uni Emirat Arab (UAE) dan Bahrain menandatangani perjanjian untuk menormalkan hubungan dengan Israel pada Selasa (15/9/2020) waktu setempat. Dengan demikian, UAE dan Bahrain menjadi dua negara Arab pertama dalam seperempat abad yang mendobrak tabu dalam hubungan diplomatik dengan Israel.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjadi tuan rumah dalam upacara yang dihelat di Gedung Putih ini. Bulan lalu, UEA menjadi yang pertama untuk menyetujui kesepakatan yang dramatis ini, kemudian kemudian disusul oleh Bahrain.
Disaksikan oleh ratusan orang yang berkumpul di halaman Gedung Putih, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menandatangani perjanjian dengan Menteri Luar Negeri UAE Sheikh Abdullah bin Zayed al-Nahyan dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif Al Zayani. Suasana tampak meriah dan hanya sedikit menyisakan ingatan akan pandemi Covid 19. Peserta tidak melakukan jaga jarak sosial dan sebagian besar tamu tidak memakai masker.
Perjanjian ini sejalan dengan oposisi bersama mereka terhadap Iran. Namun mereka tidak membahas konflik selama puluhan tahun antara Israel dan Palestina. Padahal Palestina memandang pakta ini sebagai tusukan dari sesama bangsa Arab dan pengkhianatan atas perjuangan mereka untuk negara Palestina. "Kami berada di sini sore ini, untuk mengubah arah sejarah," kata Trump dari balkon yang menghadap ke South Lawn. "Setelah beberapa dekade perpecahan dan konflik, kami menandai awal Timur Tengah yang baru," ujarnya seperti dilansir dari Associated Press.
Berdasarkan perjanjian tersebut, negara-negara tersebut telah berkomitmen untuk bertukar kedutaan dan duta besar dan untuk bekerja sama dalam berbagai masalah, termasuk pendidikan, perawatan kesehatan, perdagangan dan keamanan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan hari itu "adalah poros sejarah yang menandai fajar baru perdamaian".
Baik Netanyahu maupun Trump tidak menyebutkan orang-orang Palestina dalam sambutan mereka, tetapi menteri luar negeri UEA dan Bahrain berbicara tentang pentingnya menciptakan negara Palestina.
Menteri Luar Negeri Emirat Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan, saudara laki-laki putra mahkota Abu Dhabi yang berkuasa, bahkan berterima kasih kepada Netanyahu karena telah "menghentikan aneksasi" tanah Tepi Barat yang diklaim oleh Palestina sebagai imbalan atas pengakuan Emirat. Netanyahu, bagaimanapun, telah bersikeras bahwa Israel hanya menangguhkan sementara rencananya untuk mencaplok permukiman Tepi Barat.
"Hari ini, kita telah menyaksikan perubahan di jantung Timur Tengah - perubahan yang akan mengirimkan harapan ke seluruh dunia," kata Al-Nahyan.
Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif al-Zayani mengatakan, Bahrain akan tetap mendukung Palestina. “Hari ini adalah peristiwa yang benar-benar bersejarah. Saat untuk adanya harapan dan kesempatan,” katanya.
Namun di Jalur Gaza, militan Palestina menembakkan dua roket ke Israel, yang tampaknya dimaksudkan agar bertepatan dengan upacara penandatanganan perjanjian tersebut. Militer Israel mengatakan roket ditembakkan dari Gaza dan satu roket sempat dicegat oleh pertahanan udara.
Sebelumnya pada hari itu, para aktivis Palestina juga mengadakan demonstrasi kecil di Tepi Barat dan di Gaza, di mana mereka menginjak-injak dan membakar foto-foto Trump, Netanyahu dan para pemimpin UEA serta Bahrain.
Kesepakatan ini dikecam keras oleh Palestina. UAE dan Bahrain menjadi negara Arab ketiga dan keempat yang menormalkan hubungan dengan Israel. Beberapa dekade lalu Israel telah menandatangani perjanjian damai dengan Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.