JAKARTA, KOMPAS.TV - Wacana pelibatan preman pasar untuk mendisiplinkan protokol kesehatan Covid-19, akan membuat adanya konflik horizontal di masyarakat.
"Kami khawatir kebijakan ini justru akan memicu munculnya konflik horizontal akibat adanya kelompok masyarakat tertentu yang merasa mendapat legitimasi dari kepolisian untuk melakukan fungsi-fungsi penegakan peraturan kepada masyarakat lainnya," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan tertulis, Jumat (11/9/2020).
Kepolisian mengaku akan mengawasi dan mengarahkan penertiban olah preman pasar dengan cara-cara humanis.
Namun menurut Fatia, dengan rekam jejak kepolisian dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM), maka tidak ada jaminan kepolisian akan melakukan pengawasan ketat yang efektif pada preman pasar.
Baca Juga: Catatan Kompolnas dan Pandangan Pengamat Soal Pelibatan Preman Jadi Pengawas Protokol Kesehatan
Kontras mengkhawatirkan adanya potensi pembiaran terhadap tindakan penertiban dengan kekerasan yang dilakukan oleh preman pasar atau unsur masyarakat lainnya.
"Dalam jangka menengah hingga jangka panjang, akan muncul kelompok yang dapat main hakim sendiri (vigilante group) karena merasa mendapat perlindungan dari aparat negara," ujar Fatia.
Oleh karena itu, Kontras mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis membatalkan wacana melibatkan preman dalam melakukan penegakan protokol Covid-19.
Wacana Rekrut Preman Ide Gila
Ide Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono menggunakan dan merekrut preman untuk mengawasi masyarakat menerapkan protokol kesehatan dipandang membahayakan.
"Ini ide gila dan nyeleneh dari Wakapolri. Menurut saya ini sedikit berbahaya ya," kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo kepada Kompas TV, Jumat (11/9/2020).
Meskipun preman yang akan digunakan merupakan preman binaan, dan akan diawasi oleh TNI dan Polri, tetap saja mentalitasnya sebagai preman tidak akan hilang.
Preman itu, kata Agus, kehidupannya sangat keras. Bertahun-tahun dia hidup dengan mentalitas seperti itu. Mentalitas preman itulah yang dikhawatirkan akan menyulut bentrok dengan masyarakat.
"Bagaimana jika nanti mereka kelewatan?" kata Agus.
Baca Juga: Rekrut Preman, Kompolnas Minta Waspadai Potensi Kekerasan
Harus diingat, kata Agus, kerumunan massa itu membahayakan. Ketika ada persoalan kecil saja akan memicu munculnya keributan, dan hal itu akan sulit menyelesaikannya.
Jadi, Agus tidak setuju dengan ide Wakapolri untuk menggunakan preman dalam penertiban protokol kesehatan Covid-19 di manapun.
"Jadi mohon maaf, saya agak khawatir dengan penggunaan preman untuk penegakan hukum, meski itu diawasi oleh TNI Polri," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.