JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD memanggil tiga perwakilan institusi di bawah koordinasinya dalam sebuah rapat terbatas.
Ketiga pihak yang sangat berkepentingan itu tak lain adalah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga: Pengamat Hukum: Pasal 9 UU Tipikor Bisa Dipakai KPK untuk Ambil Alih Kasus Pelarian Djoko Tjandra
Dari Polri yang hadir dalam rapat terbatas itu adalah Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Listyo Sigit Prabowo.
Sedangkan dari Kejagung diwakili Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Agung Ali Mukartono.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pamolango sebagai representasi pihak KPK, dan dari Kemenkumham juga hadir Dirjen Peraturan Perundang-undangan Prof. Widodo Ekatjahjana.
Mereka sengaja dipanggil Mahfud untuk membahas Peraturan Presiden (Perpres) terkait pelaksanaan supervisi pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Salah satunya terkait dengan kasus Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki.
Mahfud menjelaskan bahwa KPK bisa memberikan pandangan dan juga diundang hadir untuk sebuah ekspose perkara yang sedang ditangani.
“Kabareskrim Polri sudah memberi contoh langkah yang dilakukan dalam bentuk pelibatan di dalam gelar perkara di Polri," katanya.
"Nah, Kejaksaan Agung juga sudah diberitahu bahwa dia terbuka dalam rangka supervisi. KPK bisa diundang untuk hadir ikut menilai di dalam sebuah ekspose perkara yang sedang ditangani. Di situ nanti KPK bisa menyatakan pandangannya. Apakah ini sudah oke, proporsional atau harus diambil alih, kan nanti KPK sendiri bisa ikut di situ,” imbuhnya, secara tegas.
Baca Juga: Reaksi KPK Soal Kerjasama Tangani Kasus Jaksa Pinangki
Dalam Perpres itu disebutkan, KPK berwenang mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani Kejagung dan Polri dalam rangka supervisi jika memenuhi syarat–syarat tertentu.
Tak lama lagi, Perpres itu pun akan segera disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk diundangkan.
Mahfud melanjutkan, dari hasil pertemuan itu ada kesepakatan atau kesamaan pandangan tentang implementasi supervisi yang menyangkut pengambilalihan perkara pidana yang sedang ditangani Kejagung dan Polri.
"Perkara pidana khusus korupsi yang bisa diambil alih oleh KPK, jadi menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, KPK itu berwenang mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Kejagung dan Polri dalam rangka supervisi,” ujar Mahfud MD, usai gelar rapat terbatas dengan Kemenkumham, Polri, Kejagung dan KPK, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu (2/9/2020).
Mahfud menjelaskan, syarat-syarat tersebut sudah ada dalam undang-undang tersendiri.
Menurutnya, pengambilalihan bisa dilakukan ketika ada laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti, ada tumpang tindih penanganan antara pelaku korupsi maupun yang diperiksa, dan perkara yang berlarut-larut.
“Itu sudah ada di Undang-Undang dan disepakati menjadi bagian dari supervisi yang bisa diambil alih oleh KPK dari Kejaksaan Agung maupun dari Polri,” tutur Mahfud MD, menegaskan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.