JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengembangan obat Covid-19 yang dilakukan Universitas Airlangga (Unair) bekerja sama dengan TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN) menuai kritik.
Pasalnya, pemaparan uji klinis dalam pengembangan obat Covid-19 dinilai tidak lazim.
"Saya dan teman-teman (ilmuwan) semalam sempat membahas ini. Ada semacam konsepsus, teman-teman (ilmuwan) dalam tanda kutip tidak berkomentar banyak. Karena kalau kita lihat dari datanya itu memang tidak lazim," kata Ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo saat dihubungi melalui sambungan telepon, dikutip dari Kompas.com, Minggu (16/8/2020).
Ahmad telah membaca pemaparan uji klinis obat Covid-19 oleh Unair yang diunggah TNI Angkatan Darat di laman tniad.mil.id.
Tertulis dalam pemaparannya tim peneliti melakukan studi sel dengan menggunakan sel vero 60 persen. Ahmad mempertanyakan penggunaan sel vero.
Diakui Ahmad, sel vero merupakan sel standar untuk pengujian obat. Namun dalam paper terbaru yang terbit di jurnal Nature bulan Juli, sel vero tidak cocok untuk uji obat Covid-19.
"Jadi sel vero itu sangat sensitif dan gampang mati dengan SARS-CoV-2," ungkap Ahmad.
Ketidakcocokan sel vero juga telah dibuktikan oleh tim peneliti dari Inggris.
Obat-obatan yang diteliti Unair untuk pengembangan obat Covid-19 meliputi Azithromycin, Chloroquine, Hydroxychloroquine, Clarithromycin, Doxycycline, Lopinavir Ritonavir, Favipiravir, dan kombinasinya.
Untuk diketahui, obat-obatan di atas merupakan obat yang sudah tersedia dan digunakan untuk pasien HIV, malaria, dan penyakit lain.
Dari deretan obat tersebut, menurut Ahmad, Hydroxychloroquine dari segala aspek tidak bermanfaat untuk pasien Covid-19.
"Sel vero itu bukan sel dari manusia, tapi dari kera. Nah ketika selanjutnya (peneliti) menggunakan sel paru manusia, jelas sekali dikatakan di jurnal Nature bahwa hidroksiklorokuin tidak bisa menghambat replikasi virus SARS-CoV-2," jelasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.