> >

54 Negara Lahirkan Forum Deklarasi Aceh, Jadi Panduan Dunia dalam Merespons Tsunami

Sains | 11 November 2024, 13:25 WIB
Chair of The Programming Committee Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium Harkunti P. Rahayu ditemui disela-sela forum simposium di Banda Aceh, Aceh, Senin (11/10/2024) (Sumber: (ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo))

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebanyak 54 negara peserta Forum Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium melahirkan kesepakatan bersama dalam upaya mitigasi bencana tsunami global yang diberi nama Deklarasi Aceh.

Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium di Aceh pada 10-14 November 2024 merupakan acara yang diinisiasi UNESCO-IOC bersama Pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk penguatan strategi mitigasi bencana tsunami berbasis teknologi dan masyarakat.

"Deklarasi Aceh semacam intisari dari para delegasi, merefleksi apa yang terjadi pada 20 tahun ke belakang dan dijadikan sebagai penentu langkah untuk 20 tahun ke depan, semua belajar dari pengalaman masa lalu negara dalam menghadapi tsunami," kata Chair of The Programming Committee Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium Harkunti P. Rahayu saat ditemui disela-sela forum simposium di Aceh, Senin (11/11/2024) mengutip Antara.

Baca Juga: Gempa Berkekuatan 6,1 Magnitudo Guncang Gorontalo, BMKG: Tak Berpotensi Tsunami

Menurut Harkunti, dunia belajar banyak dari peristiwa tsunami Aceh 2004 yang menyebabkan dampak kerusakan sangat besar ratusan juta jiwa kehilangan sanak keluarganya, khususnya bagi negara kawasan Samudra Hindia.

Maka dari itu, lanjutnya, para delegasi dari negara kawasan yang rawan tsunami seperti Jepang, Seychelles, Bangladesh, India, Uni Emirat Arab, Maroko, China, dan Amerika Selatan, mengejawantahkan berbagai pengalaman sekaligus apa solusi yang dilahirkan oleh masing-masing negara untuk mengurangi dampak bencana ini di masa depan dalam Deklarasi Aceh.

Kalangan ahli menilai upaya mitigasi mengerucut dalam dua hal yakni penguatan strategi mitigasi bencana tsunami berbasis teknologi yang juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat sehingga menjadi tema besar "Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium".

"Keduanya adalah menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak khususnya bagi Samudra Hindia, Karibia, Mediterania, hingga Laut Utara," ujarnya.

Harkunti mengungkapkan dalam hal ini sistem peringatan dini tsunami Indonesia (Indonesia Tsunami Early Warning System/InaTEWS) yang dioperasikan BMKG memainkan peran penting untuk mengurangi risiko tsunami Samudra Hindia.

Baca Juga: Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Perairan Tual Maluku, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Penulis : Ade Indra Kusuma Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU