Benarkah Bercinta di Malam Jumat Sunah Rasul?
Beranda islami | 7 Oktober 2021, 13:57 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Malam Jumat identik dengan sunah rasul, bercinta bagi suami istri. Apalagi di era media sosial banyak sekali meme dan guyon membicarakan soal sunah rasul di malam jumat. Namun, benarkah demikian?
Pandangan ini menurut Ustaz Alhafiz Kurniawan, M. Hum perlu diluruskan. Menurutnya, tidak semua ulama memiliki pandangan disunnahkan untuk berhubungan suami istri di malam Jumat, apalagi mengangapnya sebagai sunnah rasul dan menjadikannya guyonan.
“Canda atau guyon sebenarnya tidak masalah dalam agama. Hanya saja kalau mau tahu kedudukan hukum sebenarnya, kita perlu mendapat ahli hukum Islam terkait hubungan sunnah Rasul, malam Jumat dan hubungan intim suami istri,” tuturnya.
Dosen Agama Islam Universitas Indonesia (UI) itu juga lebih lanjut mengutip pendapat ulama bernama Syekh Wahbah az-Zuhayli dalam kitabnya alfiqhul Islami wa Adillatuh. Berikut pernyataan Syekh Wabbah az-Zuhayli yang ia kutip:
“Di dalam sunah tidak ada anjuran berhubungan seksual suami-istri di malam-malam tertentu, antara lain malam Senin atau malam Jumat. Tetapi ada segelintir ulama menyatakan anjuran hubungan seksual di malam Jumat,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3 halaman 556).
Baca Juga: Doa Usai Berhubungan Suami Istri di Malam Jumat, Raih Berkah Berumah Tangga
Lebih lanjut, berdasarkan keterangan Syekh Wahbah az-Zuhayli tadi disebutkan bahwa anjuran untuk melakukan hubungan suami-istri di malam jumat bukanlah sebuah anjuran khusus.
“Artinya apa? hubungan intim itu boleh dilakukan di hari apa saja tanpa mengistimewakan hari atau waktu-waktu tertentu,” ujarnya.
Meski begitu, ia memahami ada sebagian ulama yang menganjurkan itu. Para ulama yang menganjurkan bercinta suami-istri sebagai sunah rasul di malam jumat mendasarkan itu berdasarkan redaksi dari hadis Nabi yang berbunyi:
Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat dan membuat orang lain mandi, lalu berangkat pagi-pagi dan mendapatkan awal khutbah, dia berjalan dan tidak berkendaraan, dia mendekat ke imam, diam, lalu berkonsentrasi mendengarkan khutbah, maka setiap langkah kakinya dinilai sebagaimana pahala amalnya setahun. (HR Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV