> >

AGRA Desak Aparat Kepolisian Dan TNI ditarik dari Kebun Kemitraan Amanah Desa Winangun

Sulawesi | 1 Agustus 2024, 20:30 WIB
 
 
Warga Tolak Pengerahan ratusan pasukan keamanan gabungan dari aparat Kepolisian dan TNI yang tersebar diberbagai titik, diantaranya di posko Babal, Posko dalam PT. HIP, posko antara desa Mouyong dan desa Rantemaranu, posko Winangun (Sumber: Kompas.tv)

BUOL, KOMPAS.TV - Telah terjadi pengerahan ratusan pasukan keamanan gabungan dari aparat Kepolisian dan TNI yang tersebar diberbagai titik Rabu, 31 Juli 2024, diantaranya di posko Babal, Posko dalam PT. HIP, posko antara desa Mouyong dan desa Rantemaranu, posko Winangun dan ada juga yang berjaga dilokasi pemanenan. Selain itu terdapat juga tim legal PT. HIP (Hardaya Inti Plantations) dan Satpam PT. HIP untuk mengamankan pemanenan paksa kebun sawit di lahan Kemitraan Amanah 1 desa Winangun-Kabupaten Buol. Upaya pemanenan paksa disebabkan para petani pemilik lahan telah melakukan penutupan dan penghentian aktifitas kebun sejak tanggal 8 Januari lalu, sebagai bentuk protes petani menuntut bagi hasil yang tidak pernah diberikan oleh PT. HIP selama 16 tahun kemitraan.

Pengamanan TNI-POLRI dilokasi kebun berasal dari laporan PT. Hardaya Inti Plantation (HIP) akan adanya aktifitas petani pemilik lahan melakukan kerusuhan di lokasi kebun kemitraan Amanah 1 Desa Winangun. Laporan tersebut, diketahui oleh petani pemilik lahan dihari sebelumnya, Selasa 30 Juli, ketika 4 personel kepolisian mendatangi salah satu petani untuk menanyakan kebenaran laporan tersebut.

“Laporan palsu yang disampaikan oleh PT. HIP kepada Kepolisian Daerah (POLDA) Sulawesi Tengah adalah alasan tanpa dasar dan sangat provokatif, hal ini dikarenakan setiap aktifitas perjuangan petani selalu melayangkan surat pemberitahuan. Tetapi PT. HIP menggunakan pengamanan aparat gabungan agar tujuan utamanya untuk membuka paksa dan memulai kembali aktifitas di lahan kemitraan tidak mengalami kendala. Tindakan ini mengarah kepada provokasi untuk menyudutkan petani pemilik lahan sebagai subjek yang paling disalahkan atas ketidakmampuan dan tidak bertanggungjwabnya PT. HIP dalam menjalankan kewajibannya dan dalam menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi” ungkap Raden Deden Fajarullah, Kepala Departemen Kampanye PP AGRA.

Sumber masalah antara masyarakat pemilik lahan dan PT. HIP bermula ketika petani pemilik lahan selama 16 tahun menjalankan program kemitraan sama sekali tidak pernah mendapatkan bagi hasil/SHU dari kebun-kebun yang dimitrakan dan dikelola oleh PT. HIP, perusahaan justeru membebankan utang besar hingga ratusan milyar kepada petani pemilik lahan. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil dari perkebunan yang dimitrakan dan juga beban utang/kredit di bank yang sudah dinyatakan lunas.

Selain itu PT. HIP juga menahan sertifikat tanah (SHM) milik masyarakat yang diambil alih secara sepihak dari bank mandiri Makassar, ditambah perusahaan selalu menolak tuntutan petani selama bertahun-tahun yang pada akhirnya petani pemilik lahan kemitraan melakukan penutupan lahan.

Ratusan petani pemilik lahan peserta kemitraan perkebunan sawit ini merasa menyesal telah ikut serta dalam program yang dicanangkan oleh pemerintah, program revitalisasi perkebunan yang menjanjikan kesejahteraan bagi petani, dianggap gagal dan justru memiskinkan masyarakat pemilik lahan, bahkan secara esensi merupakan salah satu bentuk penguasaan atas tanah milik petani oleh perusahaan. Kasus ini juga sudah mendapatkan Keputusan dari KPPU RI sebagai lembaga negara yang indpenden menyatakan bahwa PT. HIP bersalah dan telah melanggar pasal 35 ayat (1) UU nomor 20 tahun 2008.

“Beriringan dengan itu juga, untuk melemahkan perjuangan petani yang terus menuntut haknya, PT. HIP melakukan kriminalisasi kepada petani dan aktivis yang berjuang bersama petani. Sepanjang perjuangan penutupan operasi kebun oleh Petani, 17 orang petani dan aktivis telah mendapatkan surat panggilan dari kepolisian untuk dimintai keterangan, 16 orang sebagai saksi dan 1 orang ditetapkan sebagai tersangka. Dari 17 orang tersebut terdapat Ketua dan Sekretaris Forum Petani Plasma Buol (FPPB) sebagai organisasi yang dibangun secara mandiri oleh Petani untuk menaungi petani-petani yang bermitra dengan PT. HIP dan termasuk juga Muhamad Ali (Ketua Umum Pimpinan Pusat AGRA) yang mendapatkan surat panggilan yang dikirim melalui Whatsapp untuk dimintai keterangan sebagai saksi di Polda Sulteng pada tanggal 1 Agustus 2024 yang ternyata merupakan surat pemanggilan kedua dimana surat pemanggilan pertamanya tidak pernah tersampaikan” ungkap Saiful Wathoni Sekjend PP AGRA.

Kami menilai bahwa Pemanggilan oleh POLDA Sulteng kepada Para Petani dan Aktivis yang sedang melakukan perjuangan untuk menuntut bagi hasil yang adil, merupakan upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh POLDA Sulteng berdasarkan permintaan PT. HIP.

“Berdasarkan situasi tersebut, kami dari Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (PP AGRA) menuntut kepada Kapolda Sulawesi Tengah dan KAPOLRI untuk Tarik seluruh personil kepolisian yang saat ini berada di lokasi PT. HIP, Usut dan jalankan aturan hukum yang berlaku kepada PT. HIP yang telah dengan sengaja memberikan laporan palsu kepada POLDA Sulteng tentang masyarakat melakukan kerusuhan, Hentikan dan cabut seluruh tuduhan serta upaya kriminalisasi kepada 17 orang yang diperiksa POLDA Sulteng, Hentikan proses hukum kepada Mohammad Ali Ketua Umum Pimpinan Pusat AGRA”pungkas Saiful Wathoni Sekjend. PP AGRA.

 

Penulis : KompasTV-Makassar

Sumber : Kompas TV


TERBARU