Masjid Tiban Peninggalan Sunan Kalijaga di Klaten: Misteri & Benda Kuno Berusia 6 Abad
Berita daerah | 19 Maret 2024, 13:57 WIBPEKALONGAN, KOMPAS.TV - Masjid Tiban, yang kini dikenal sebagai Masjid Agung Puluhan, terletak di Desa Puluhan, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Meskipun tampak serupa dengan masjid lain pada umumnya, masjid ini merupakan salah satu yang tertua di Kabupaten Klaten, menyimpan cerita historis dan benda-benda kuno dari abad ke-14 Masehi.
Saat memasuki masjid, terlihat lampu gantung bernuansa kuno yang menghiasi serambi masjid, jam kayu kuno berukuran besar, serta bedug dan kentongan khas masjid peninggalan zaman dahulu. Empat tiang penyangga utama yang sudah berusia ratusan tahun masih kokoh berdiri, terbuat dari kayu jati Jawa kuno, dengan lantai masjid yang beralaskan karpet berwarna hijau.
Ketua Takmir Masjid Agung Puluhan, Hardiman, menjelaskan bahwa masjid ini merupakan peninggalan abad ke-14 Masehi, atau sekitar tahun 1404 Masehi. Menurut cerita turun-temurun, masjid ini ditemukan di tengah hutan belantara, sudah berdiri dan dikelilingi alang-alang, sehingga warga menyebutnya Masjid Tiban, yang berarti ‘tiba-tiba ada’. Ditemukan pula seorang pria tua yang menjaga masjid, yang menuturkan bahwa masjid ini didirikan oleh Sunan Kalijaga namun belum sepenuhnya selesai pembangunannya.
Di dalam masjid, ditemukan benda-benda kuno yang dipercaya sebagai peninggalan Sunan Kalijaga, termasuk mimbar khotbah dari kayu jati dengan ukiran khas Kerajaan Demak yang belum selesai, amben yang digunakan Sunan Kalijaga untuk mengaji dan tirakat, tombak trisula, dan padasan air suci.
Masjid ini telah mengalami lima kali renovasi, mulai dari zaman Keraton Kasunanan Surakarta di bawah Sunan Pakubuwono IV, penjajahan Belanda, era pergerakan Indonesia, Gerakan 30 September PKI 1965, dan renovasi besar di tahun 70-an. Saat ini, masjid hanya mengalami renovasi kecil seperti perbaikan halaman dan perawatan masjid lainnya.
Masjid Agung Puluhan, yang dapat menampung sekitar 500 jamaah, telah diakui sebagai bangunan cagar budaya. Nama masjid ini dipilih oleh masyarakat sekitar, mengikuti tradisi penamaan Masjid Agung yang ada di Demak dan Solo, sebagai penghormatan kepada Sunan Kalijaga.
Masjid ini selalu dipadati oleh warga yang akan melakukan salat berjamaah, terutama selama bulan puasa, menjadi tempat membaca Al-Quran atau beristirahat setelah salat.
Penulis : KompasTV-Pekalongan
Sumber : Kompas TV