Kilas Balik: Jelang Asian Games 2018, Kualitas Udara Jakarta Terburuk Nomor 1
Jabodetabek | 19 Juni 2023, 10:03 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kualitas udara Jakarta menjadi sorotan dalam beberapa hari belakangan ini. Sebab, dari hari ke hari makin memburuk.
Bahkan, situs IQAir merilis kualitas udara di Jakarta pada Minggu (18/6/2023) pagi berada di peringkat dua terburuk di dunia. Data itu merupakan data yang diperbarui pada pukul 07.30 WIB. Melansir situs tersebut, indeks kualitas udara di Jakarta berada di angka 164 dengan polutan utama PM 2,5 dan nilai konsentrasi 80.8 µg/m³ (mikrogram per meter kubik). Udara di Jakarta pun dinyatakan tidak sehat. "Konsentrasi PM 2,5 di Jakarta saat ini 12,6 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO," demikian keterangan dari situs IQAir.
Rupanya, kualitas udara Jakarta yang buruk itu bukan sekali ini saja terjadi. Hampir setiap tahun hal yang sama terjadi. Melansir Harian KOMPAS edisi Kamis 28 Juli 2018 atau jelang perhelatan Asian Games 2018, kualitas udara Jakarta bahkan terburuk nomor 1 dibandingkan kota-kota lain di dunia. Dengan Judul berita "Jelang Asian Games Kualitas Udara Jakarta Terburuk" itu kini bisa diakses juga di situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Data tersebut diunggah di akun Twitter Greenpeace Indonesia sehari sebelumnya. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia seperti Krasnoyarsk, Rusia; Lahore, Pakistan; Vladivostok, Rusia; Kabul, Afghanistan, dll. Indonesia menempati rangking 1 dalam hal polusi udara. Fakta ini tentu saja sangat kontradiktif mengingat kualitas udara sangat menentukan kesehatan, dan performa atlet saat berlaga di Asian Games.
Baca Juga: Waspada, Jakarta Peringkat Dua Kualitas Udara Terburuk di Dunia pada Minggu Pagi
Juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan, data yang dikeluarkan di Twitter itu berasal dari olahan data airvisual.com. Airvisual adalah sistem aplikasi yang menempatkan beberapa alat dan mengambil data dari beberapa lokasi di Jakarta dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Parameternya adalah dengan melihat kadar debu partikulat (PM 2,5). Kadar PM 2,5 dilihat dalam periode harian, setiap jam sehingga dapat didapatkan data Jakarta berada di peringkat berapa dibandingkan negara lain.
“Itu hasil rata-rata setiap jam atau real time, berdasarkan aplikasi airvisual.com. Pagi tadi dari pukul 12.00-13.00 angkanya sangat tinggi jadi kita langsung peringkat nomor satu di dunia,” ujar Bondan.
Kala itu, Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Ali Maulana Hakim mempertanyakan parameter yang digunakan Greenpeace untuk mengukur kualitas udara di Jakarta. Pasalnya, beberapa waktu lalu, DLH bersama KLHK pernah menguji alat ukur yang digunakan oleh Greenpeace. Ternyata, alat ukur dalam ruangan berbeda jika digunakan dengan dengan alat ukur luar ruangan. Selain itu, alat juga harus digunakan minimal 24 jam di lokasi pemantauan yang sama. Jika alat berpindah-pindah lokasi, tidak bisa digunakan untuk menggeneralisasi kondisi umum di Jakarta.
“Dulu Greenpeace juga pernah mempublikasikan informasi serupa. Ternyata alat ukur dan parameter yang digunakan itu memang berbeda. Jadi kami tidak bisa membandingkan,” ujar Ali.
Baca Juga: Jakarta Kota Ketiga dengan Kualitas Udara Terburuk di Dunia, Jokowi Panggil Siti Nurbaya
Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV