Belajar Pertanian di Israel, Pria Ini Pulang ke Indonesia Terapkan Sistem Irigasi Tetes di Maumere
Berita daerah | 19 Maret 2021, 15:22 WIBMAUMERE, KOMPAS.TV- Tuntutlah ilmu sampai ke Negeri China. Peribahasa ini tampaknya benar-benar dilakukan Yance Maring, seorang pemuda asal Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Bagaimana tidak, pria berusia 30 tahun itu sampai harus belajar di Israel tentang ilmu pertanian dan akhirnya menerapkan ilmu yang didapatnya itu di kampung halamannya.
Yance Maring menerapkan sistem irigasi tetes namanya.
Sebelumnya, bagaimana Yance bisa belajar di Israel? Hal ini tak terlepas dari keberhasilanya lolos dalam sebuah tes yang diadakan sebuah perusahaan swasta.
Baca Juga: Warga Temukan Brankas Uang di Saluran Irigasi
Yance merupakan salah satu peserta yang lulus dari NTT. Yance berada di Israel selama sembilan bulan dalam rentan 2018-2019.
Salah satu hal yang dipelajarinya di negara tersebut adalah sistem irigasi tetes. Setelah kembali ke Kabupaten Sikka, ia mulai menanam sayuran di lahan kering milik warga di Kelurahan Wailiti, Kecamatan Alok, pada April 2020.
Kembali ke kampung halamannya, Yance menggarap lahan seluas satu hektare dan menanam berbagai sayuran dan buah-buahan.
Meski tanah yang digarap itu kategori kritis, dengan modal pendidikan yang diperoleh di Israel, Yance mengubah lahan itu menjadi produktif.
Menurut dia, ide awal menanam tanaman hortikultura di lahan kering itu muncul karena dirinya mendapat pendidikan tentang sistem irigasi tetes di Israel.
Sistem irigasi tetes itu digunakan di daerah dengan kondisi kering. Lahan pertanian di daerah kering itu tetap bisa tumbuh dengan baik berkat sistem itu.
Baca Juga: Heboh Warga Ramai-ramai Cari Uang Tercecer di Saluran Irigasi, Seorang Petani Dapat Hampir Rp10 Juta
"Ketika kembali, saya melihat kondisi NTT kususnya Sikka kurang lebih sama dengan Israel, bahkan di sana masih lebih kritis kondisinya," tutur Yance seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (18/3/2021).
Yance mengatakan, tanah yang saat ini diolahnya itu merupakan lahan kering karena curah hujan terbatas. Karena itu, tidak banyak petani yang ingin memproduksi tanaman pertanian kususnya hortikultura. Musim panas pasti keterbatasan air.
"Karena keterbatasan air itu, saya menerapkan sistem irigasi tetes. Menurut saya, sistem ini menjadi solusi yang tepat," kata Yance.
Sistem irigasi tetes, kata dia, cocok di daerah yang minim persedian air karena hemat. Namun, memang membutuhkan biaya yang mahal untuk membeli selangnya.
Dia menjelaskan, sistem irigasi tetes itu menggunakan teknologi short message service (SMS) dan Wifi untuk melakukan penyiraman dan pemupukan tanaman.
Ia membeli alat rakitan seorang alumni ITB Bandung melalui internet, namanya modul SMS. Alat itu menggunakan solenoid valve, keran air otomatis untuk dihubungkan ke timer dan internet.
Jaringan selang irigasi tetes dan pipa dihubungkan ke timer dan Wifi serta ventury injector untuk pencampuran pupuk dan pemupukan.
Baca Juga: 42 Desa Dapat Bantuan Irigasi Untuk Hadapi Kemarau
Penulis : Gading Persada Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV