> >

Mengenal Teknik Pemantauan Tertua Gunung Merapi

Berita daerah | 28 November 2020, 17:54 WIB
Erupsi Gunung Merapi, abu vulkanik setinggi 6.000 meter, pada Minggu (21/6/2020). (Sumber: Twitter @BPPTKG)

Baca Juga: Masih Banyak Warga Nyaman Tinggal di Rumah Jelang Erupsi Merapi, Begini Solusinya

Agus memaparkan pengambilan data menggunakan drone dilakukan secara berulang, sehingga membantu menganalisis perubahan morfologi dari waktu ke waktu.

Ia mencontohkan berdasarkan tangkapan drone, kubah lava 2018 berhenti tumbuh pada akhir Desember 2018. Selain itu, perhitungan volume kubah lava lebih akurat karena volume dihitung secara tiga dimensi.

Kondisi ini berbeda dengan sebelumnya, yakni hanya menggunakan foto dua dimensi sehingga kurang representatif. Pemantauan visual Gunung Merapi dilakukan secara intensif sejak menjelang erupsi pada 2018 sampai saat ini per satu minggu.

Teknik pemantauan visual lainnya untuk Gunung Merapi adalah melalui satelit yang prinsipnya sampa dengan menggunakan drone, yakni mendapatkan foto objek dari atas. Ada pula teknik data satelit citra radar, InSAR (Interferometric Synthetic-Aperture Radar).

Metode ini memberikan gambaran deformasi secara tiga dimensi dari perubahan fase gelombang radar yang dipancarkan ke obyek dan kembali ke satelit. Prinsip kerjanya mirip seperti metode EDM (Electronic Distance Measurements), akan tetapi dengan jumlah sinar yang jauh lebih banyak. 

Kekurangan dari metode InSAR adalah resolusi yang tidak terlalu tinggi sehingga agak sulit untuk mendapatkan resolusi orde sentimeter pada deformasi di Gunung Merapi. Berbeda dengan metode EDM yang bisa mencapai orde milimeter meskipun hanya diukur dari satu titik. Metode InSAR ini berguna jika ada suplai magma yang besar, sehingga orde deformasinya mampu terekam oleh satelit. 

Penulis : Switzy-Sabandar

Sumber : Kompas TV


TERBARU