Mengenal Impostor Syndrome dan Cara Pencegahannya ala Psikolog UGM
Berita daerah | 19 Oktober 2020, 11:12 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Istilah impostor menjadi populer akhir-akhir ini setelah game Among Us viral di kalangan milenial. Namun, ternyata istilah impostor yang berarti penipu atau penyemu ini menggelitik psikolog UGM, Tri Hayuning Tyas, untuk ikut angkat bicara.
Dalam game Among Us, tugas dari impostor adalah menipu untuk mengacaukan permainan tanpa ketahuan dan membunuh karakter lainnya. Karakter ini berpura-pura menjadi karakter kru lainnya yang bukan impostor.
“Terkait psikologi, ada juga istilah impostor syndrome atau impostor phenomenon,” ujarnya, Senin (19/10/2020).
Baca Juga: 7 Temuan Riset Terbaru Dosen UGM Soal Isu Penundaan Pilkada 2020
Impostor syndrome adalah fenomena psikologis seseorang yang tidak mampu menerima dan menginternalisasi keberhasilan yang diraih. Artinya, seseorang yang mengalami impostor syndrome selalu mempertanyakan pencapaian dan prestasinya kepada diri sendiri.
Fenomena impostor ini pertama kali disebut oleh Psikolog Rose Clance dan Suzanne Imes pada 1978. Di awal penelitian, sindrom ini kerap dijumpai pada wanita cerdas dengan capaian prestasi tinggi. {enelitian berlanjut dan menunjukkan impostor syndrom tidak hanya terjadi di wanita, tetapi juga ditemukan di pria.
Orang dengan impostor syndrome merasa kesuksesan yang berhasil diraih berasal dari keberuntungan atau kebetulan semata, bukan karena kemampuan intelektual diri sendiri. Menurut Nuning, orang dengan impostor syndrome juga tidak pernah berhenti meragukan keberhasilan yang diraih merupakan cerminan dari kemampuannya karena orang itu memiliki ketakutan kondisinya itu diketahui orang lain dan dianggap sebagai penipu.
“Sebab ia merasa selama ini melakukan penipuan atau berbuat curang, padahal pencapaian atau prestasi itu nyata karena memang benar-benar mampu atau pintar,” ucap dosen Fakultas Psikologi UGM ini.
Baca Juga: Uji Alat Deteksi Covid-19 GeNose Buatan UGM Sudah Sampai Mana?
Meskipun demikian, ia menuturkan impostor syndrome tidak masuk dalam klasifikasi gangguan jiwa. Hanya saja, sindrom ini banyak terjadi dan menganggu karena bisa menimbulkan kecemasa, stress, dan depresi.
Penulis : Switzy-Sabandar
Sumber : Kompas TV