9 Poin Hasil Investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan
Sepak bola | 14 Oktober 2022, 19:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Berikut 9 poin lengkap hasil investigasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dirilis hari ini, Jumat (14/10/2022). Hasil investigasi tersebut juga sudah diserahkan secara langsung kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ada 9 poin dalam laporan hasil investigasi TGIPF yang diketuai langsung oleh Menkopolhukam Mahfud MD dan beranggotakan mulai dari unsur pemerintah, aktivis, peneliti, jurnalis hingga tokoh masyarakat. Tim ini tidak melibatkan pihak pengurus PSSI satu pun.
TGIPF dibentuk usai terjadinya tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang bermula dari kericuhan setelah pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya pada Sabtu 1 Oktober 2022. Kejadian tersebut menewaskan 132 orang.
Selain soal tragedi itu, hasil investigasi TGIPF juga menyebut soal profesionalisme pemangku kebijakan sepak bola Indonesia.
"(Tragedi Kanjuruhan) terjadi karena PSSI dan para pemangku kepentingan liga sepakbola Indonesia tidak profesional," tulis poin pertama dalam laporan TGIPF itu.
Selain itu, juga terdapat poin terkait penyelidikan lanjutan oleh Polri terhadap pihak-pihak yang dinilai bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan yang juga menyebabkan ratusan orang luka-luka.
Baca Juga: 8 'Dosa' PSSI Menurut Hasil Investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan
Baca Juga: Hasil TGIPF: Aparat Terbukti Tembakkan Gas Air Mata Secara Membabi Buta hingga di Luar Lapangan
Berikut 9 poin hasil investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan:
- Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, dimana terjadi kerusuhan pasca pertadingan sepakbola antara Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022, terjadi karena PSSI dan para pemangku kepentingan liga sepakbola Indonesia tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar tanggungjawab pada pihak lain. Sikap dan praktik seperti ini merupakan akar masalah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola kita, sehingga dibutuhkan langkah-langkah perbaikan secara drastis namun terukur untuk membangun peradaban baru dunia sepakbola nasional.
- Langkah pimpinan Polri yang telah melakukan proses pidana dan tindakan administrasi dengan melakukan demosi sejumlah pejabat, sudah menjawab sebagian harapan masyarakat dan patut diapresiasi. Namun demikian, tindakan itu juga perlu ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan lanjutan terhadap pejabat Polri yang menandatangani surat rekomendasi izin keramaian No: Rek/000089/IX/YAN.2.1/2022/DITINTELKAM tanggal 29 September 2022 yang dilakukan oleh Dirintelkam atas nama Kapolda Jawa Timur.
- Polri dan TNI juga perlu segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap aparat Polri dan TNI serta pihak-pihak yang melakukan tindakan berlebihan pada kerusuhan pasca pertandingan Arema vs Persebaya tanggal 1 Oktober 2022 seperti yang menyediakan gas air mata, menembakkan gas air mata ke arah penonton (tribun) yang diduga dilakukan di luar komando, pengelola Stadion Kanjuruhan yang tidak memastikan semua daun pintu terbuka, pihak Arema FC, dan pihak PSSI yang tidak melakukan pengawasan atas keamanan dan kelancaran penyelenggaraan pertandingan.
- Polri juga perlu segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap suporter yang melakukan provokasi, seperti yang awal mula memasuki lapangan sehingga 124 diikuti oleh suporter yang lain, suporter yang melakukan pelemparan flare, melakukan perusakan mobil di dalam stadion, dan melakukan pembakaran mobil di luar stadion.
- Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI, namun dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang, dimana saat laporan ini disusun sudah mencapai 132 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, 484 orang luka sedang/ringan yang sebagian bisa saja mengalami dampak jangka panjang.
- Untuk menjaga keberlangsungan kepengurusan PSSI dan menyelamatkan persepakbolaan nasional, pemangku kepentingan PSSI diminta untuk melakukan percepatan Kongres atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggungjawab, dan bebas dari konflik kepentingan. Pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga sepakbola profesional di bawah PSSI yaitu Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, sampai dengan terjadinya perubahan dan kesiapan yang signifikan oleh PSSI dalam mengelola dan menjalankan kompetisi sepakbola di tanah air. Adapun pertandingan sepakbola di luar Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 tetap berlangsung dengan memperhatikan ketertiban umum dan berkoordinasi dengan aparat keamanan.
- Dalam rangka pelaksanaan prinsip tata kelola organisasi yang baik (good organization governance) perlu segera bagi PSSI untuk merevisi statuta dan peraturan PSSI. PSSI juga mendesak untuk menjalankan prinsip keterbukaan informasi publik terhadap berbagai sumber dan penggunaan finansial, serta berbagai lembaga kegiatan usaha dibawah PSSI.
- Dalam rangka membangun persepakbolaan nasional yang berperadaban dan bermakna bagi kepentingan publik, penyelamatan PSSI tidak cukup hanya berpedoman pada Regulasi PSSI yang isinya banyak bertentangan dengan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik, namun perlu pula didasarkan pada prinsip menyelamatkan kepentingan publik/ keselamatan rakyat (salus populi suprema lex esto). Dasar dari ketaatan pada aturan resmi dan dalil keselamatan publik ini adalah aturan moral dan nilai-nilai etik yang sudah menjadi budaya dalam kehidupan kita berbudaya.
- Untuk menjamin kesejahteraan pemain, PSSI perlu segera memastikan penerapan UU No 11 tahun 2022 tentang keolahragaan terkait jaminan ketenagakerjaan, dimana pemain berhak mendapatkan BPJS sebanyak 4 program jaminan sosial yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV