Piala Dunia 2022: Mengingat Kisah Korea Utara Bungkam Italia di Inggris
Kompas sport | 23 Agustus 2022, 17:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Piala Dunia 1966 lebih masyhur dengan momen Inggris menjadi juara. Padahal, dalam turnamen yang sama, ada kisah impresif Korea Utara membungkam raksasa sepak bola saat itu, Italia.
Satu-satunya wakil Asia di Piala Dunia 1966 itu bahkan tidak menyangka bisa lolos ke Piala Dunia 1966.
Korea Utara lolos ke Piala Dunia 1966 dengan cara yang aneh. Mereka seperti mendapat restu dari sanksi-sanksi negara-negara Afrika.
Kala itu, FIFA menjatuhi sanksi kepada Afrika Selatan yang masih dicengkeram rezim apartheid. Selain itu, 15 negara Afrika anggota FIFA lainnya turut mengundurkan diri sebagai bentuk protes.
Baca Juga: Piala Dunia Qatar 2022: Misteri Gol Hantu Frank Lampard, Pemicu Teknologi Garis Gawang
Singkatnya, dari konfederasi Asia, Afrika, dan Osenia hanya menyisakan tiga tim saja; Korea Utara, Australia, dan Korea Selatan. Ketiganya memperebutkan satu tiket lewat turnamen round robin di Jepang.
Untuk alasan yang tidak jelas, FIFA memindahkan tempat turnamen ke Kamboja dan pada akhirnya Korea Selatan ikut mengundurkan diri karena alasan politik.
Korea Utara akhirnya mampu menundukkan Australia lewat dua pertandingan dan lolos ke Piala Dunia 1966 dengan perjuangan yang minim. North Boys berangkat ke Inggris.
Namun, persoalan belum selesai. Pemerintah Inggris kebingungan soal bagaimana cara menyambut Korea Utara, bahkan sempat terbesit untuk melarang negara tersebut datang ke Piala Dunia 1966.
Alasannya sederhana, Inggris saat itu belum mengakui Korea Utara sebagai sebuah negara. Terlebih, Piala Dunia 1966 hanya berjarak 13 tahun dari akhir Perang Korea yang menewaskan banyak warga Inggris.
Melansir National Archive, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Inggris sadar betul tentang dampak negatif penolakan terhadap Timnas Korea Utara.
Sebuah memo internal Kemlu Inggris yang ditulis hanya beberapa bulan jelang turnamen berlangsung, menyatakakan bahwa, "Jika kita melakukan ini (penolakan Korea Utara), konsekuensinya bisa sangat serius."
"Rupanya FIFA telah menjelaskan dengan sangat detail kepada FA (Asosiasi Sepak Bola Inggris), jika ada tim yang berhasil lolos ke putaran final dan visa mereka ditolak, maka FIFA akan memindah tempat turnamen."
"Ini akan menjadi bencana bagi FA. Anda dapat membayangkan apa yang dibuat oleh kertas-kertas ini. Kami akan dituduh menyeret politik ke dalam olahraga, menyabotase kepentingan Inggris, dan sebagainya."
Baca Juga: Piala Dunia 2022 Qatar: 2,45 Juta Tiket Telah Terjual, Laga Brasil, Portugal dan Jerman Paling Laris
Tidak ingin Piala Dunia pindah, akhirnya pemerintah Inggris tetap memperbolehkan Korea Utara ambil bagian. Tetapi, dengan sedikit perubahan regulasi yang aneh.
Pemerintah Inggris hanya mengizinkan bendera negara peserta berkibar dan membatasi lagu kebangsaan dikumandangkan untuk laga pembuka dan partai final saja.
Aturan tersebut memang merugikan Korea Utara. Pasalnya, Korea Utara jelas tidak akan tampil di laga pembuka Piala Dunia 1966 dan sebagai tim antah berantah, mereka mustahil mencapai babak final.
Bungkam Italia dan Dunia
Kendati pemerintah Inggris sudah melonggarkan aturan agar Korea Utara bisa tampil, mereka masih menyadari adanya potensi kebencian dari masyarakat terhadap Chollima, julukan Timnas Korea Utara.
Tergabung di Grup 4 bersama Uni Soviet, Chile, dan Italia, Korea Utara dijadwalkan menginap di George Hotel, Middlesbrough dan akan bertanding di Ayresome Park (Middlesbrough) dan Roker Park (Sunderland).
Kebencian warga lokal ternyata tidak terbukti. Sikap skuad Korea Utara yang memilih untuk menjaga jarak, membuat warga lokal yang sebagian besar adalah suporter Middlesbrough, menaruh rasa hormat.
Terlebih, Korea Utara mengenakan seragam berwarna merah, sama seperti warna kebesaran klub kecintaan warga lokal, Middlesbrough.
Jurnalis kampus Universitas Teesside, Bernard Grant, pernah menyebut "Seluruh warga kota melihat mereka (skuad Korea Utara) dari hatinya, Korea Utara secara instan menjadi pahlawan bagi suporter Middlesbrough."
Penulis : Gilang Romadhan Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV