> >

Kabareskrim Listyo Sigit Disebut Menang Taruhan karena Berhasil Menangkap Buronan Djoko Tjandra

Garis depan | 31 Juli 2020, 05:30 WIB
Menggunakan baju tahanan terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia. (Sumber: KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

JAKARTA, KOMPAS TV - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI, Boyamin Saiman, menyebut Kepala Bareskrim atau Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo telah memenangi sebuah taruhan.

Kemenangan tersebut diraih Listyo Sigit setelah berhasil menangkap seorang buroanan kasus pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. 

Boyamin mengatakan, Kabareskrim Listyo Sigit merasa jengkel terkait kasus pelarian Djoko Tjandra. Sampai-sampai dia bertaruh dengan orang lain untuk bisa menangkap Djoko Tjandra atau tidak.  

Baca Juga: Operasi Senyap Penangkapan Djoko Tjandra, Hanya 4 Pihak yang Tahu

“Ada informasi dari teman-teman kepolisian, Kabareskrim itu saking jengkelnya bertaruh dengan orang lain untuk bisa menangkap atau tidak, itu berarti jengkel betul,” kata Boyamin dalam wawancara dengan Kompas TV di Jakarta, Kamis (30/7/2020) malam.

Pada Kamis (30/7/2020), Kabareskrim Listyo Sigit akhirnya berrhasil membuktikan bahwa dirinya bisa menangkap Djoko Tjandra di Malaysia dengan bantuan polisi setempat.

“Ini menunjukkan tekadnya untuk mengobati rasa sakit kita, rasa malu kita," tutur Boyamin. “Ini artinya dia (Kabareskrim) menang taruhan.”

Boyamin menyebut Kabareskrim Listyo Sigit telah lulus dalam ujian karena berhasil menangkap seorang Djoko Tjandra.

Itu sebabnya, Boyamin menilai, bahwa Komjen Listyo Sigit Prabowo layak menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Kapolri untuk menggantikan Idham Azis yang akan memasuki masa pensiun.

Baca Juga: Kronologi Djoko Tjandra Ditangkap di Malaysia Secara P to P, Berawal Surat dari Kapolri Idham Azis

“Saya mengatakan dia (Kabareskrim) layak menjadi Kapolri,” kata Boyamin.

Boyamin menjelaskan, kasus pelarian Djoko Tjandra yang melibatkan jenderal di Bareskrim disebut-sebut untuk menghantam Kabareskrim karena persaingan calon Kapolri.

Sebab, karena munculnya kasus tersebut, Listyo Sigit dianggap tak layak menjabat Kapolri karena dinilai gagal mengantisipasi bawahannya yang turut bermain membantu buronan.

Namun, hal tersebut dijawab dengan keberaniannya yang menetapkan anak buahnya di Bareskrim, yakni Brigjen Prasetijo Utomo, sebagai tersangka karena terlibat membantu pelarian Djoko Tjandra. 

Baca Juga: Mahfud MD Tak Mau Ungkap Skenario Penangkapan Djoko Tjandra

“Saya fair saja, jika kasus ini dijadikan untuk menghantam Kabareskrim jadi Kapolri, saya mengatakan sebaliknya, dia layak jadi Kapolri,” ujar Boyamin.

Atas keberhasilan itulah, Boyamin menyambut gembira tertangkapnya Djoko Sugiarto Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra pada Kamis (30/7/2020). 

Menurut Boyamin, penangkapan Djoko tersebut mengobati rasa malu yang dialami oleh rakyat Indonesia.

"Berkaitan dengan Djoko Tjandra tertangkap, saya ya gembira bersama seluruh rakyat Indonesia karena apapun ini menjadikan rasa sakit, rasa malu ini terobati karena sekarang tertangkap," ucap Boyamin.

Boyamin pun mengapresiasi upaya Polri hingga akhirnya berhasil membawa Djoko kembali ke Indonesia.

Baca Juga: MAKI Berharap Djoko Tjandra Menguak Pihak Lain Yang Terlibat Dalam Pelariannya

Boyamin pun berharap agar Djoko Tjandra dapat terbuka terkait dugaan suap dan gratifikasi selama proses pelariannya.

Menurut Boyamin, bukan tidak mungkin ada nama-nama baru yang ditetapkan sebagai tersangka terkait pelarian Djoko, selain Brigjen Polisi Prasetijo Utomo dan Anita Kolopaking.

"Nanti juga bisa merambah ke mana-mana kalau ada dugaan suap dan gratifikasi kepada oknum-oknum aparat itu dan tidak hanya yang dua tersangka ini, bisa merambah ke mana-mana," kata Boyamin.

Kasus Djoko Tjandra bermula ketika Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat, seperti diberitakan Harian Kompas, 24 Februari 2000.

Baca Juga: Kepolisian Malaysia Bantu Proses Penangkapan Djoko Tjandra

Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.

Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Djoko Tjandra bersalah.

Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini.

Baca Juga: Djoko Tjandra Berpeluang Ajukan PK Lagi

Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012. Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU