Strategi Supit Udang di Palagan Ambarawa - SINGKAP
Singkap | 22 Juli 2020, 19:28 WIB17 Agustus 1945 Indonesia merdeka. Pusaka merah-putih berkibar di seluruh nusantara, namun indonesia masih dibawah bayang-bayang cengkraman kolonialisme. Usai Jepang menerima kekalahan atas sekutu yang diwakili tentara Inggris, Jepang membebaskan para tahanan perang di kamp-kamp interniran yang menimbulkan keresahan, akibatnya peperangan demi peperangan dilalui untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa diawali dari Pihak Belanda yang memprovokasi arek-arek suroboyo dengan menaikkan bendera merah putih biru sebagai simbol berkuasanya kembali pemerintahan kolonial pada 19 september 1945 pukul enam pagi. Tiga puluh menit kemudian, warna biru dari bendera Belanda dirobek. Pemimpin pasukan Inggris Brigjen Mallaby tewas di kawasan Jembatan Merah pada 30 oktober 1945. Tak hanya Surabaya, kota Semarang turut bergejolak. 15 Oktober 1945 terjadi pertempuran hebat selama 5 hari antara pasukan indonesia dengan 3000 pasukan jepang dikarenakan jepang tidak bersedia meninggalkan kota Semarang. Puncaknya 10 November 1945, pertempuran antara pasukan sekutu dan rakyat Surabaya meletus.
Setelah serangkaian peristiwa perang sejak bulan Oktober, kota Ambarawa, Jawa Tengah menjadi sasaran berikutnya. Lokasinya yang strategis sebagai tempat penampungan warga sipil Belanda (interniran) dan tawanan Jepang. Awalnya pasukan pasukan Inggris tiba di magelang pada 26 oktober 45 untuk mengangkut mereka namun yang terjadi sekutu melucuti senjata pemuda. Seluruh Ambarawa gempar! 15 Desember 1945 rakyat bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) melawan pasukan Belanda. Kolonel Sudirman menerapkan teknik “Supit Udang.” Ia meyakini dengan teknik ini musuh akan mundur didukung oleh topografi Ambarawa yang berbukit-bukit. Memperingati Perjuangan rakyat bersama TKR dalam Palagan Ambarawa, tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari Lahirnya Korps TNI Angkatan Darat Indonesia.
Penulis : Yudho-Priambodo
Sumber : Kompas TV