KPAI Ingatkan PA 212 cs Jangan Libatkan Anak Saat Apel Siaga Ganyang Komunis Hari Ini
Peristiwa | 5 Juli 2020, 12:59 WIBKOMPAS.TV - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti aksi massa ganyang komunis yang digelar Alumni 212, GNPF Ulama, serta sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) lainnya.
Komisioner KPAI bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra mangingatkan agar aksi massa tersebut tidak melibatkan anak-anak.
Pasalnya, menurut dia, berdasar dari catatannya, setiap aksi massa, unjuk rasa, kampanye politik, sering kali melakukan pelibatan atau penyalahgunaan anak anak.
Baca Juga: PA 212 Gelar Apel Siaga Ganyang Komunis, Polisi: Jangan Bikin Ribut, Ada Bakar-bakar Kita Tangkap
"Bila tidak dicegah sejak dini, maka anak anak akan terus terpapar kekerasan dan menjadi martir bahkan korban yang sia sia," ujar Jasra dalam keterangan nya yang diterima Kompas.tv, Minggu (5/7/2020).
Untuk itu, lanjut dia, hari ini, Minggu 5 Juli 2020, tim KPAI akan melakukan pengawasan langsung aksi massa ganyang komunis dengan dugaan anak terlibat atau dilibatkan dalam apel Akbar siang jam 13.00 di Lapangan Ahmad Yani Kebayoran, Jakarta Selatan.
"Bahwa anak anak yang terus terpapar aksi aksi unjuk rasa, pernyataan sikap politik, di mana anak anak tidak siap, tidak mengerti substansinya dan konteksnya maka akan lahirlah kekerasan baru, ujaran kebencian baru," terang Jasra.
"Jadi KPAI tidak hanya melihat aksi ini seperti yang disampaikan korlap bahwa akan aman dan tidak ada sampah. Justru sampah itu adalah perkataan perkataan yang tidak dipahami anak. Karena melibatkan anak ada prinsip prinsip yang harus didahulukan, agar aman dan bermakna," sambungnya.
Dia mencontohkan bahwa peristiwa politik tahun lalu, menggambarkan anak anak yang mengikuti terus menerus aksi unjuk rasa atau mendengarkan paparan suara keras yang tidak ia pahami. Maka anak anak akan menjadi korban atau pelaku kekerasan.
"Data KPAI membuktikan, jika tidak dicegah dari sekarang, maka peristiwa politik tahun lalu kembali menyeret anak anak bangsa menjadi korban sia sia. Bahkan sampai sekarang pelaku yang mengakibatkan anak korban susah dibuktikan sampai tuntas," jelasnya.
Baca Juga: Soal Demo Tolak RUU HIP, Jubir Alumni 212: Kebijakan Negara Ini Seperti Ditentukan 1 Partai
Dia menambahkan, berdasarkan catatan KPAI, hingga kini sudah 4 anak meninggal dan ribuan anak terpapar kekerasan karena aksi massa.
"Yang kita masih punya PR apakah tahapan penanganannya sudah benar benar selesai. Karena kondisi aksi massa bertali temali dengan agenda politik bangsa yang perlu jadi perhatian dan kesadaran bersama. Mulai dari pra, ketika pelaksanaa dan pasca agenda politik kebangsaan melalui Pilkada, Pileg dan Pilpres," paparnya.
Selain itu, defisit regulasi dalam menyertakan anak anak dalam penyalahgunaan aksi massa, aksi unjuk rasa, dan aksi usaha politik mendulang suara juga melengkapi mudahnya anak anak jadi korban.
"Karena tidak ada sanksi yang tegas. Bahkan setelah 4 anak meninggal dan ribuan generasi terpapar kekerasan, kebijakan belum bergerak mengantisipasi untuk cegah sejak awal. Seharusnya dengan defisit regulasi mensyaratkan negara lebih siap mendidik cara menyampaikan pendapat kepada anak anak kita, lebih inklusif lagi," kata Jasra.
"Saya melihat sangat buruk anak anak bila dibiarkan dalam aksi massa dan unjuk rasa. Apalagi terus menerus ikut," imbuhnya.
Baca Juga: KPAI dan Plan Indonesia Serukan Jaminan Perlindungan Anak di Masa Pandemik COVID-19
Penulis : fadhilah
Sumber : Kompas TV