Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dikritik, Istana: Negara Sedang Sulit, Penerimaan Turun Drastis
Berita kompas tv | 14 Mei 2020, 15:41 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Pemerintah telah menyesuaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) juga Bukan Pekerja (BP).
Penyesuian iuran ini merupakan kelanjutan dari putusan MA yang membatalkan iuran peserta mandiri dalam pasal 34 Perpres 75 Tahun 2019.
Melalui Perpres 64/2020, pemerimtah memutuskan iuran peserta mandiri pada April sampai Juni 2020 menyesuaikan dengan Perpres 82/2018 yakni Rp25.500 untuk kelas III, Rp51.000 kelas II dan Rp80.000 kelas I.
Namun, pada Juli nanti, iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri naik. Iuran peserta untuk layanan Kelas I menjadi Rp 150.000 per orang per bulan, kelas II sebesar Rp 110.000 per orang per bulan, dan kelas III sebesar Rp 42.000 per orang per bulan.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik di Tengah Wabah Corona, AHY: Ibarat Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula
Khusus untuk Kelas III, pada tahun pertama atau 2020 besaran iuran yang wajib dibayarkan peserta hanya Rp25.500. Kekurangan bayar sebesar Rp16.500 akan ditanggung pemerintah sebagai bantuan iuran.
Namun pada 2021 dan seterusnya, peserta mandiri Kelas III wajib membayar iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp35.000. Adapun kekurangan sebesar Rp7.000 akan dibayarkan pemerintah pusat dan daerah sebagai bantuan.
Menanggapi hal tersebut, Plt Deputi II Kantor Staf Presiden, Abetnego Tarigan, menjawab kritik yang datang dari berbagai pihak atas kebijakan yang dikeluarkan Presiden Jokowi itu.
Abetnego tak membantah kenaikan iuran BPJS Kesehatan bakal memberatkan masyarakat yang sudah terdampak oleh pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Namun demikian, bekas Direktur Walhi itu mengingatkan, bahwa negara saat ini juga dalam masa sulit akibat pandemi Covid-19.
"Negara juga dalam situasi yang sulit. Penerimaan negara juga menurun drastis. Jadi justru semangat solidaritas kita dalam situasi ini," kata Abetnego dikutip dari Kompas.com, Kamis (14/5/2020).
Baca Juga: Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, FX Rudy: Putusan MA Belum Jalan, Sudah Ada Aturan Baru
Abetnego menegaskan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan dalam rangka perbaikan jaminan kesehatan nasional.
Lebih lanjut, dia mengatakan, pihaknya membantah kenaikan iuran BPJS Kesehatan bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang sebelumnya telah membatalkan kenaikan tersebut.
"Sebab dalam peraturan yang terbaru ini pemerintah turut memberi subsidi bagi peserta mandiri Kelas III," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menilai jumlah peserta yang akan turun kelas tidak akan signifikan menyusul adanya kenaiakan iuran BPJS Kesehatan.
"Kami melihat [peserta turun kelas] tidak akan masif lagi, karena karena 1 bulan sampai 3 bulan sebelum keputusan MA ini terbit, itu sudah ada pergerakan, saat itu kami ada program Praktis, pindah kelas perawatan tidak sulit," ujar Fachmi dalam konferensi pers, Kamis (14/5).
Baca Juga: DPR: Pemerintah Seharusnya Keluarkan Perpres Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Sayangnya, Fachmi tidak menyebut berapa banyak peserta yang sudah pindah kelas. Namun, Fachmi mengatakan perpindahan kelas oleh peserta ini cukup dinamis.
Dia menyebut, tak hanya peserta yang turun kelas, ada juga peserta yang memilih untuk pindah ke kelas lain yang lebih tinggi, bahkan itu terjadi setelah iuran naik.
"Sebetulnya pada saat Perpres 75/2019 itu, saat iuran naik, peserta bergeser dari kelas II ke kelas I dan kelas III jadi kelas II. Jadi memang dinamis," kata Fachmi.
Adapun, berdasarkan data BPJS Kesehatan, hingga awal Mei 2020, total peserta mandiri BPJS Kesehatan sebanyak 35,14 juta. Dari total terseut, kelas I sebanyak 6,11 juta peserta, kelas II sebanyak 7,38 juta peserta dan kelas III sebanyak 21,64 juta peserta.
Penulis : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV