Risalah Tan Malaka SINGKAP
Singkap | 8 Oktober 2019, 23:33 WIBIbrahim Datuk Tan Malaka, atau lebih diingat dengan nama Tan Malaka. Kisahnya dan sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia diungkapkannya dalam sejumlah risalah. Salah satunya berisi gagasan tertulis mengenai konsep Republik Indonesia kali pertama pada tahun 1925. Risalah ini dituliskannya dalam bahasa Belanda, Naar de Republiek Indonesie, atau menuju Republik Indonesia. Gagasan inilah yang kelak membuat tan malaka mendapat gelar kehormatan, Bapak Republik Bangsa. Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, telah mengenal risalah-risalah politik Tan Malaka sejak tahun dua puluhan. Dua di antaranya adalah Naar de Republiek Indonesia, dan massa actie, atau aksi massa. Tahun 1922, Tan Malaka diasingkan ke Amsterdam, Belanda. Di sinilah ia mulai aktif mempelajari gerakan kiri yang kelak digunakannya untuk melawan imperialisme di nusantara.
Menilik kisah Tan Malaka, tak lepas dari sosok sejarawan Belanda, Harry Albert Poeze. Poeze meneliti perjalanan hidup Tan Malaka lebih dari 40 tahun. Poeze adalah kepala penerbit di sebuah lembaga penelitian KITLV di Leiden, Belanda. Tahun 1976, Poeze meraih gelar doktor dari Universiteit Van Amsterdam dengan paparan rincinya mengenai riwayat Tan Malaka. Dan sejak tahun 1980, Poeze memulai penelitiannya dengan menemui sejumlah saksi sejarah untuk menggali informasi mengenai Tan Malaka.
Tan Malaka aktif mengasah jiwa revolusinya sejak ia diasingkan di Belanda tahun 1922. Lebih dari 20 buah pemikiran tertulis dihasilkan Tan Malaka selama hidupnya. Dalam buku dari penjara ke penjara, Tan Malaka menceritakan perjalanannya lebih dari 20 tahun hidup mengembara berpindah-pindah negara. Puluhan nama samaran digunakannya demi mengelabui agen imperialis yang mengejarnya. Pasca kemerdekaan, Tan Malaka aktif bergerak bersama para tokoh nasional. Salah satunya adalah peristiwa di Lapangan Ikada, 19 September 1945, Tan Malaka berjalan menuju podium bersama soekarno.
17 Maret 1946, Tan Malaka beserta sejumlah pengikutnya ditangkap di Madiun, Jawa Timur dengan tuduhan hendak melakukan kudeta. September 1948, Tan Malaka dibebaskan dari penjara namun beberapa bulan setelah itu, 21 Februari 1949, Tan Malaka tewas diekseskusi di Kediri, Jawa Timur. Atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Tan Malaka mendapat gelar pahlawan nasional yang diberikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, pada tanggal 28 Maret 1963. Apresiasi terhadap jasa Tan Malaka juga telah dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Lima Puluh Kota. Sebuah jalan diberi nama Tan Malaka menghubungkan pusat kota Payakumbuh menuju Suliki, desa di mana Tan Malaka berasal. Dalam bukunya dari penjara ke penjara, Tan Malaka menulis bahwa dari dalam kubur suaranya akan lebih keras daripada dari atas bumi. Sama halnya meskipun Tan Malaka telah lama tiada, namun pemikirannya masih terus hidup di Republik Indonesia.
#SINGKAP #TanMalaka
Penulis : Yudho-Priambodo
Sumber : Kompas TV