Fakta Baru Kasus Penganiayaan oleh Anak Bos Toko Roti di Cakung, Korban Sempat Diancam Ibu Pelaku
Hukum | 18 Desember 2024, 12:46 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus penganiayaan oleh anak bos toko roti di Cakung, Jakarta Timur, GSH, terhadap seorang pegawainya, D, menyedot animo masyarakat, khususnya setelah rekaman video penganiayaan itu viral di jagat maya.
Perjalanan pengungkapkan kasus penganiayaan itu lalu mengungkap berbagai fakta baru, seperti tabiat pelaku yang gemar marah-marah hingga korban yang terpaksa menjual motor keluarga satu-satunya demi mencari keadilan.
Berikut rangkuman fakta-fakta terbaru kasus penganiayaan oleh anak bos toko roti:
1. Berawal dari pelaku menyuruh korban mengantar makanan ke kamar pribadi
Kejadian bermula pada Kamis (17/10/2024) pukul 09.00 malam saat pelaku menyuruh korban untuk mengantar makanan pesan antar ke kamar pribadinya. Namun, oleh korban, permintaan itu ditolak.
Pelaku lalu mulai melempari korban dengan barang-barang, seperti patung, bangku, dan mesin EDC (Electronic Data Capture).
Ayah korban sempat menarik korban menyingkir dan memintanya untuk kabur. Namun, korban terpaksa kembali ke dalam ruangan untuk mengambil tas dan ponsel yang tertinggal.
Saat itu, korban kembali dilempari oleh pelaku, kali ini menggunakan bangku dan loyang yang akhirnya membuat bagian kepala korban terluka.
2. Laporan korban sempat dua kali ditolak kepolisian
Setelah kejadian yang menimpanya, korban melaporkan kasus penganiayaan itu ke Polsek Rawamangun, tetapi ditolak dengan alasan tidak bisa menangani.
Kemudian, korban melapor ke Polsek Cakung. Namun, di sana ia juga ditolak dengan alasan yang sama.
Setelah itu, korban melapor ke Polres Jakarta Timur dan akhirnya laporan diterima. Korban kemudian menjalani visum esok harinya.
Baca Juga: Cerita Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti, Soal Penyelidikan Hingga ke DPR
3. Korban sempat ditipu pengacara
Menurut kesaksian korban, ia sempat dua kali mengganti pengacara lantaran ditipu.
Pengacara pertama korban, yang awalnya mengaku berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) utusan Polda setempat, ternyata merupakan pengacara suruhan ibu pelaku.
Usai sang pengacara menyebut dirinya merupakan utusan ibu pelaku, orang tua korban mengganti pengacara karena khawatir ada konflik kepentingan.
Penulis : Tri Angga Kriswaningsih Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV