Beda Suara dengan Pramono-Rano Terpaut Jauh, Apakah RK-Suswono Tetap Ajukan Gugatan Pilkada ke MK?
Rumah pemilu | 11 Desember 2024, 11:57 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta telah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada Jakarta 2024.
Hasilnya, KPU menetapkan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno, sebagai pemenang dengan 2.183.239 suara.
Sementara calon gubernur dan calon wakil gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono (RK-Suswono), memperoleh 1.718.160 suara.
Baca Juga: Kubu Ridwan Kamil-Suswono Segera Gugat Hasil Pilgub Jakarta 2024 ke MK
Tak terima dengan hasil itu, Tim RK-Suswono berencana mengajukan gugatan hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun pengajuan itu terancam gagal. Hal ini lantaran terbentur aturan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10/2016 (UU Pilkada).
Dalam aturan itu mengatur, pasangan calon yang ingin mengajukan gugatan ke MK dengan jumlah penduduk enam juta hingga 12 juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.
Lalu, berdasarkan hasil rekapitulasi suara KPU Jakarta, perbedaan suara Pramono-Rano dengan RK-Suswono itu mencapai hampir 10 persen.
Jurnalis Kompas.tv mencoba konfirmasi ke sekretaris tim pemenangan RK-Suswono, Basri Baco terkait kepastian mereka dalam mengajukan gugatan ke MK. Namun, hingga kini Baco belum memberikan respons.
Sementara, dikutip dari situs mkri.id, Panitera Muda I Triyono Edy Budhiarto menjelaskan mengenai persyaratan formil ambang batas pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) sebagaimana ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 (UU Pilkada).
Pasal 158 UU 10/2016 akan diberlakukan setelah pemeriksaan persidangan atau dipertimbangkan setelah pemeriksaan persidangan (lanjutan) bersama-sama dengan pokok permohonan.
Pemohon dalam permohonannya tetap menguraikan Pasal 158 UU 10/2016 dalam kedudukan hukum dengan menghubungkannya pada pokok permohonan untuk menjelaskan kepada Mahkamah bahwa penerapan Pasal 158 UU 10/2016 dapat ditunda keberlakuannya sehingga harus dibuktikan dalam pemeriksaan persidangan (lanjutan).
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV