Soroti Kasus Guru Supriyani, Pengamat Nilai Ada Ketimpangan antara Pihak Berkuasa dan Rakyat Biasa
Hukum | 9 November 2024, 22:07 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Somasi yang diajukan oleh Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga terhadap Supriyani, guru honorer SDN 04 Baito, dinilai menggambarkan adanya ketimpangan antara pihak penguasa dan rakyat biasa.
Pendapat itu disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan hak Asasi Manusia (PBHI), Julius Ibrani dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Sabtu (9/11/2024), membahas somasi Surunuddin terhadap Supriyani.
Surunuddin melayangkan somasi terhadap Supriyani setelah guru yang menjadi terdakwa kasus dugaan penganiayaan siswa tersebut mencabut kesepakatan damai dengan pihak keluarga korban.
Alasan Supriyani mencabut kesepakatan damai yang diinisiasi oleh bupati tersebut adalah dirinya merasa tertekan saat menyepakati perdamaian itu. Meski demikian, ia mengaku tidak ada pihak yang menekan atau memaksanya untuk melakukan kesepakatan.
“Pertama, itu jelas membuktikan bahwa kasus Ibu Supriyani ini menggambarkan adanya ketimpangan antara mereka yang berkuasa, kekuasaan, dan rakyat biasa,”’ kata Julius.
Baca Juga: Sebut Kasus Guru Supriyani Tak Layak Naik Persidangan, Ini Penjelasan Ketua PBHI Julius Ibrani
“Jadi, sejak awal bagaimana pelapornya adalah dari pihak kepolisian lalu prosesnya begitu cepat, sampai pada persidangan dibantu oleh jaksa, dan tidak diusahakan untuk dihentikan oleh jaksa maupun hakim, itu sudah menunjukkan betapa timpangnya relasi antara kekuasaan dan rakyatnya.”
Julius juga menanggapi pernyataan Supriyani yang mengaku tidak ada satu pihak pun yang menekannya saat menandatangani kesepakatan damai.
“Tadi Ibu Supryani mengatakan tidak ada satu pun yang menekan secara personal, tidak ada satu pun yang mengintimidasi, tetapi gambaran itu hadir.”
“Seperti poin pertama yang saya jelaskan, bahwa ketika dalam pertemuan itu dihadiri pihak-pihak kekuasaan. Struktur negara di situ, lalu ada Ibu Supriyani, seorang warga negara biasa mungkin dengan pendampingnya, dan isinya adalah untuk mencapai suatu kesepakatan,” ucapnya.
Ia kemudian mempertanyakan bagaimana bisa mencapai kesepakatan dalam posisi yang timpang. Hal itu menurutnya tidak rasional.
“Jadi saya pikir, sekali lagi, somasi yang dilayangkan oleh institusi. Ingat ya, somasi itu institusi, bukan dari personal, karena dari Biro yang turun mensomasi. Betul, menggunakan kekuasaan pemerintah daerah.”
“Itu sudah menjadi bukti kali kedua, bahwa dalam kasus Supriyani, ketimpangan struktural antara rakyat biasa dengan negara yang kemudian menunggangi proses hukum. Itu kental sekali,” ujarnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV