> >

Guru Besar Hukum UI Bicara Perkara Mardani Maming, Soroti Kekhilafan Hakim

Hukum | 15 Oktober 2024, 13:01 WIB
Guru Besar Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (FH UI), Prof. Dr. Topo Santoso (Sumber: Dok Pribadi)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Topo Santoso mengungkapkan, terdapat sejumlah kekhilafan hakim dalam putusan perkara terdakwa Mardani H. Maming.

“Kesimpulan yang dapat ditarik, pada intinya putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata,” ungkap Topo melalui keterangan tertulisnya Senin (14/10/2024).

Baca Juga: Pakar Hukum Sebut Tidak Ditemukan Audit Kerugian Negara di Kasus Mardani Maming

Pendapatnya itu sebagaimana telah diungkapkan olehnya pada saat membedah buku bertajuk “Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Mengadili Perkara Mardani H. Maming” yang digelar di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

Topo menjelaskan, buku tersebut menyoroti proses persidangan yang dianggap penuh kekhilafan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Mardani H. Maming.

Menurut Topo, dia juga merumuskan tiga isu hukum (legal issues) utama yang menjadi dasar kekhilafan tersebut.

Yakni pertama unsur "Menerima Hadiah" tidak tepat. Karena fakta-fakta yang dengan proses bisnis dan keperdataan seperti fee, dividen, dan hutang piutang ditarik seolah-olah sebagai keterpenuhan unsur ‘menerima hadiah”.

Padahal, kata Topo, hal ini lebih merupakan konstruksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diterima oleh hakim.

Guru Besar Hukum Pidana ini melanjutkan, isu kedua ialah penggunaan unsur "Sepatutnya Diduga" juga tidak tepat. 

Sebab, unsur "sepatutnya diduga" digunakan untuk menunjukkan culpa (kealpaan) terdakwa. 

Namun, menurut Topo, unsur ini tidak tepat diterapkan dalam konteks tindak pidana korupsi, yang seharusnya lebih menekankan pada opzet (kesengajaan). 

"Tindakan terdakwa yang melahirkan Keputusan Bupati dinilai telah sesuai dengan Hukum Administrasi Negara, dan tidak seharusnya dipersoalkan dalam ranah Hukum Pidana," ujar Topo.

“Fakta-fakta bisnis seperti transfer antar perusahaan atau utang-piutang merupakan ranah keperdataan yang harus dipisahkan dari tindak pidana,” imbuhnya.

Penulis : Deni Muliya Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU