Din Syamsuddin Sebut Pemberian Izin Tambang "Secara Cuma-Cuma" ke NU-Muhammadiyah Berpotensi Jebakan
Peristiwa | 5 Juni 2024, 13:40 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 Din Syamsuddin menilai pemberian izin tambang "secara cuma-cuma" kepada NU dan Muhammadiyah potensial membawa jebakan.
Sambil mengutip pakar, dia mengatakan, Sistem Tata Kelola Tambang dengan menggunakan sistem IUP dan Kontrak Karya adalah Sistem Zaman Kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yang dilanggengkan dengan UU Minerba No.4/2009 dan UU Minerba No.3/2020.
Sistem IUP (Izin Usaha Pertambangan) ini tidak sesuai Konstitusi, tidak menjamin bahwa Perolehan Negara/APBN harus lebih besar dari Keuntungsn Bersih Penambang.
Sistem IUP ini selama bertahun-tahun terbukti disalah gunakan oleh oknum pejabat negara yang diberi wewenang mulai dari Bupati, Gubernur, hingga Dirjen dalam mengeluarkan IUP untuk menjadikan wewenang pemberian IUP sebagai sumber korupsi.
"Jika ormas keagamaan masuk ke dalam lingkaran setan kemungkaran struktural tersebut maka siapa lagi yang diharapkan memberi solusi," katanya, dalam rilis yang dikeluarkan Selasa (4/6/2024).
Namun Din mengaku husnuzon (berbaik sangka) bahwa pemberian konsesi tambang untuk Ormas Keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada mereka.
Baca Juga: Din Syamsuddin Minta Muhammadiyah Tolak Tawaran Izin Tambang Pemerintah: Banyak Mudaratnya
”Namun hal demikian sangat terlambat, dan motifnya terkesan untuk mengambil hati. Maka, suuzon (buruk sangka) tak terhindarkan,” katanya.
Menurut dia, pemberian konsesi tambang kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua Ormas Islam itu. Juga tidak seimbang dengan beberapa kasus perusahaan besar.
Din memberi contoh, satu perusahaan seperti Sinarmas, menguasai lahan, walau bukan semuanya batubara, seluas sekitar 5 juta hektare. Bahkan dunia Minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. Sumber daya alam Indonesia sungguh dijarah secara serakah oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV