Pengamat soal Dewan Pertimbangan Agung: Ribet ya, karena DPA itu Struktur Ketatanegaraan Masa Orba
Politik | 15 Mei 2024, 09:52 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin sebut ide menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sulit untuk direalisasikan karena harus mengamandemen Undang-Undang 1945.
Demikian Ujang Komaruddin merespons wacana dihidupkannya kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA) di pemerintahan Prabowo-Gibran, Selasa (14/5/2024).
“Tentu sebagai wacana, ya sah-sah saja. Tetapi saya melihatnya agak sulit, agak berat, agak ribet ya. Karena DPA itu adalah struktur ketatanegaraan di masa orde baru, dan hilang di era reformasi,” kata Ujang.
“Masa iya dikembalikan lagi ke struktur ketatanegaraan. Mungkin niatnya bagus, pak Bambang Soesatyo ingin mengakomodir Jokowi sebagai DPA atau penasihat presiden.”
Baca Juga: Khofifah Ingin Tetap Berpasangan dengan Emil Dardak di Pilgub Jatim: Saya Nyaman dan Produktif
Namun menurutnya jauh lebih bagus konsep Prabowo Subianto yang ingin membentuk Presidential Club untuk para mantan presiden.
“Kalau pun mau mengakomodir Pak Jokowi, yang bagus ya konsepnya Prabowo, yaitu Presidential Club para mantan presiden atau pun nanti diperbaiki, misal wantimpres, regulasinya diperbaiki sehingga bisa jadi tempat yang terhormat bagi pak Jokowi, atau mantan presiden di situ,” ujar Ujang, dikutip dari laporan jurnalis KompasTV.
Penolakan untuk ide menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA) juga disampaikan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dikatakan Politisi PKB Daniel Johan, ide menghidupkan DPA hanya akan menguras anggaran negara.
“Tantangan terberat pemerintahan berikut adalah terbatasnya anggaran. Nah kalau sekarang kalau DPA mau dibentuk kembali akan sangat menguras anggaran yang sangat terbatas ini. Begitu banyak program penting yang harus diwujudkan,” kata Daniel.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV