RPP Pengaturan Produk Tembakau Dinilai Bertentangan Bertentangan dengan UU
Hukum | 5 Oktober 2023, 08:19 WIBa
KOMPAS.TV - Aturan produk tembakau di Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang sedang dibahas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dinilai sudah keluar jalur sebagaimana mestinya.
Hal itu dikatakan Anggota DPR RI Mukhamad Misbakhun. Menurutnya, aturan tersebut dapat menganggu keberlangsungan industri hasil tembakau yang jika dibiarkan dapat mengganggu kepentingan nasional.
“Saya menegaskan ini sudah tidak benar. Hadirnya draf RPP ini, sama saja (Kemenkes) ingin menjadi pelaksana dari FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Kalau bapak-bapak perhatikan, semua konsepnya sama. Saya sampai sekarang melarang FCTC diterapkan di Indonesia,” tegasnya saat berbicara pada Sarasehan Ekosistem Pertembakauan yang juga ditayangkan secara virtual baru-baru ini.
Lebih lanjut, menurutnya, FCTC yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia terdiri atas beberapa komponen dalam mengendalikan penggunaan tembakau.
Seperti pelarangan total iklan dan promosi produk tembakau, pengenaan pajak yang tinggi pada produk tembakau, hingga pelarangan merokok di tempat umum.
“Standarisasi (terhadap produk tembakau) yang ada di RPP Kesehatan itu sama. Masa depan IHT (industri hasil tembakau) kita mau ditaruh di mana ini? Mereka ini sebenarnya menunggu momentum UU (Kesehatan) ini digunakan untuk memasukkan agenda FCTC,” ujar Misbakhun.
Baca Juga: Soal Tembakau Disamakan Narkoba di RUU Kesehatan: Anggota DPR Minta Dicabut, Kemenkes Bantah Isu Ini
Belum lagi, lanjut Misbakhun, terdapat klausul lainnya terkait produk tembakau di RPP UU Kesehatan yang dinilai mengherankan, terutama terkait pengaturan penjualan rokok, mulai dari pelarangan penjualan rokok eceran sampai penjualan minimal 20 batang per bungkusnya.
“(Di aturan tersebut) ada larangan display produk, ada larangan penjualan minimal 20 batang. Ini juga yang pusing nanti bea cukai. (Aturan) ini juga akan mempengaruhi industri secara langsung,” sindirnya.
Penulis : Fadhilah
Sumber : Kompas TV