> >

Ada Rocky Gerung hingga Haris Azhar, 25 Tokoh Ajukan Amicus Curiae ke MK demi Sistem Pemilu Terbuka

Rumah pemilu | 11 Juni 2023, 07:20 WIB
Maskot yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Pemilu 2024 mendatang, Sura dan Sulu. (Sumber: KPU)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebanyak 25 tokoh nasional dari berbagai kalangan seperti Rocky Gerung hingga Haris Azhar mengajukan amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendukung digelarnya sistem pemilu proporsional terbuka.

Langkah tersebut diambil sebagai bentuk kepedulian terhadap pelaksanaan pesta demokrasi tahun 2024 jelang dibacakanmya putusan mengenai pemilu sistem proporsional terbuka.

Amicus curiae atau biasa juga dikenal dengan sahabat pengadilan merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga di luar perkara dan merasa berkepentingan untuk berpartisipasi tanpa menjadi pihak berperkara.

Amicus berisi opini dan pandangan atas suatu kasus yang sedang berlangsung.

Di dalam amicus curiae yang dikirim ke MK itu, para tokoh nasional menyebutkan bahwa lebih dari 80% masyarakat Indonesia menyatakan setuju dengan sistem proporsional terbuka.

Bahkan, mayoritas massa pemilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang merupakan partai pendukung proporsional tertutup juga mendukung sistem proporsional terbuka dengan tingkat dukungan hingga 73%.

Presentase itu diperoleh dari hasil survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia dan Saiful Mujani Research & Consulting yang dilakukan pada bulan Mei 2023.

“Mahkamah Konstitusi pernah memutus perkara Nomor 22-24/PUU-VI/2008 yang menyatakan sistem proporsional terbuka sesuai dengan UUD 1945," kata Feri Amsari yang merupakan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, dalam keterangan yang diterima KompasTV.

"Bahkan dalam pertimbangannya MK menilai bahwa peran partai politik dalam proses rekrutmen telah selesai dengan ditentukannya calon yang didaftarkan. MK menilai keterpilihan calon anggota legislatif tidak boleh bergeser dari keputusan rakyat yang berdaulat kepada keputusan partai politik,” ungkapnya.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada, para tokoh nasional itu meminta Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka dengan menolak permohonan Para Pemohon Perkara 114/PUU-XX/2022. 

Seperti yang diketahui sebelumnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sedang dimohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi oleh Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. 

Baca Juga: Demo Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Mahasiswa Gelar Teaterikal

Para Pemohon itu merupakan anggota partai politik yang sudah terdaftar sebagai peserta pemilu pada 2024 nanti.

Mereka mengajukan uji materiel pasal-pasal yang berkaitan dengan sistem proporsional terbuka di Undang-Undang Pemilihan Umum.

Menurut para Pemohon, sistem pemilu proporsional terbuka akan melemahkan pelembagaan sistem kepartaian. Loyalitas calon anggota legislatif yang terpilih cenderung lemah dan tidak tertib pada garis komando partai politik. 

Selain itu, para Pemohon juga berpandangan seharusnya ada kewenangan partai untuk menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen.

Para Pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. 

Apabila Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan ini, maka masyarakat Indonesia hanya akan mencoblos partai politik karena tidak ada lagi nama-nama calon anggota legislatif di surat suara pada Pemilu 2024.

Permohonan inilah yang kemudian dibantah dalam amicus curiae yang diajukan oleh 25 figur nasional.

Para figur yang mengajukan amicus curiae tersebut di antaranya ada Din Syamsuddin, Denny Indrayana, Faisal Basri, Haris Azhar, Refly Harun hingga Rocky Gerung.

Untuk lebih lengkapnya, berikut 25 nama figur yang mengajukan amicus curiae.

1. Adnan Topan Husodo (Koordinator Indonesia Corruption Watch)
2. Amir Syamsuddin (Menteri Hukum dan HAM tahun 2011-2014)
3. Bambang Soetono (Dewan Yayasan Shalahuddin Budi Mulia Yogyakarta)
4. Bambang Widjojanto (Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi)
5. Bivitri Susanti (Pengajar STHI Jentera)
6. Busyro Muqoddas (Advokat)
7. Dadang Tri Sasongko (Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia 2013-2020)
8. Denny Indrayana (Wakil Menteri Hukum dan HAM tahun 2011-2014)
9. Din Syamsuddin (Chairman of Centre for Dialogue and Cooperation Among Civilization)
10. Emerson Yuntho (Advokat)
11. Faisal Basri (Ekonom Senior)
12. Feri Amsari (Dosen Fakultas Hukum Univ. Andalas)
13. Haris Azhar (Dosen HAM STHI Jentera)
14. Iwan Satriawan (Advokat dan Dosen FH Univ. Muhammadiyah Yogyakarta)
15. M. Iriana Yudiardika (Advokat)
16. Moh. Jumhur Hidayat (Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia)
17. Refly Harun (Ahli Hukum Tata Negara)
18. Rocky Gerung (Akademisi)
19. Saut Situmorang (Penulis)
20. Sigit Riyanto (Dosen FH Univ. Gadjah Mada)
21. Totok Dwi Diantoro (Dosen FH Univ. Gadjah Mada)
22. Trisno Raharjo (Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah)
23. Usman Hamid (Dosen STHI Jentera dan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia)
24. Yunus Husein (Ketua STHI Jentera 2015-2020 & Kepala PPATK 2002-2011)
25. Zainal Arifin Mochtar (Dosen FH Univ. Gadjah Mada) 

Baca Juga: Apa Untungnya Sistem Pemilu Terbuka dan Tertutup? | Rosi

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU