> >

Hitung-hitungan jika KIB dan KIB Gabung di Koalisi Besar dan Peran Jokowi sebagai Jangkar

Politik | 7 April 2023, 06:05 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (tengah) dalam konferensi pers usai menghadiri acara silaturahmi Ramadan yang dihadiri para petinggi partai-partai pendukung pemerintah di DPP PAN, kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2023). (Sumber: Tribunnews.com/Naufal Lanten )

 

JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai punya peran kuat untuk menyatukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).

Analis Politik dari CSIS Arya Fernandez menilai penggabungan KIB dan KIR bisa menjadi titik temu untuk mengatasi problem yang ada di kedua koalisi.

Menurutnya ada tiga problem yang sama di KIB dan KIR. Pertama, dalam satu tahun terakhir kedua koalisi ini belum mengalami kemajuan terutama dalam penetapan capres-cawapres.  

Kedua belum ada mekanisme yang disepakati terkait cara menentukan capres. Terakhir siapa capres dan cawapres yang diusung di Pilpres 2024.

Baca Juga: Gerindra Bertemu PBB Bahas Koalisi Besar, Prabowo: Kebangetan Kalau PBB Tidak Dukung Saya!

Di sinilah peran Presiden Jokowi sebagai jangkar untuk mengatasi problem yang belum terpecahkan di kedua koalisi tersebut.

"Pak Jokowi ini menjadi salah satu jangkar dari koalisi besar ini, dan memang punya kontribusi dalam menyatukan kepentingan parpol yang berbeda," ujar Arya di program Kompas Petang KOMPAS TV, Kamis (6/4/2023).

Di sisi lain, Arya menambahkan Jokowi sebagai perekat kedua koalisi juga perlu mengantisipasi kerentanan yang dihadapi di koalisi besar.

Semisal manufer politik eksternal yang dilakukan PDI Perjuangan atau partai lain berkomunikasi dengan satu atau dua partai di koalisi besar tersebut. 

Baca Juga: Benarkah Kursi Capres adalah Satu-Satunya Syarat Agar PDIP Gabung Dalam Koalisi Besar?

Pengaruh eksternal ini nantinya bisa membuat koalisi besar berantakan, bahkan bisa layu sebelum berkembang. 

Menurut Arya manufer eksternal ini sejatinya sudah terjadi di tengah koalisi KIB dan KIR, karena keduanya mulai beralih untuk bergabung setelah adanya wacana koalisi besar. 

Padahal kedua koalisi tersebut sudah mendeklarasikan diri untuk berkerja sama di Pilpres mendatang. 

"Persoalannya sejauh mana Pak Jokowi bisa memastikan kerentanan itu bisa diatasi dan Pak Jokowi bisa menjadi perekat dan jangkar yang mempertemukan banyak kepentingan di lima partai ini," ujar Arya.

Baca Juga: Tantangan Koalisi Besar: Setiap Ketum Parpol Punya Suara Tentukan Capres-Cawapres

Sebelumnya wacana koalisi besar ini berhembus setelah lima ketua umum partai politik bertemu di DPP PAN, Minggu (2/4) lalu. 

Dalam pertemuan tersebut hadir Presiden Jokowi. Kemudian Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Plt Ketum PPP Mardiono yang tergabung dalam KIB, serta Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar.

Presiden Jokowi mengapresiasi silaturahmi para ketua umum partai koalisi pemerintah. Dalam silaturahmi tersebut juga disepakati mengenai komitmen kebangsaan dan juga keberlanjutan pembangunan ke depan.

Namun Presiden tidak mengamini pertemuan tersebut awal dari koalisi partai untuk Pilpres 2024. Sebab hal tersebut sudah masuk ranah dari ketua umum partai masing-masing. 

 

"Ya saya senang para ketua partai bisa bertemu, bisa silaturahmi dan ini atas undangan dari Ketua PAN Pak Zulkifli Hasan terhadap semua partai yang ada di pemerintah dalam rangka membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan komitmen kebangsaan dan juga keberlanjutan pembangunan ke depan. Arahnya ke sana," ujar Presiden Jokowi pada acara tersebut.

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU