Bulan Puasa yang Tak Biasa dan Kisah Penangkapan Pangeran Diponegoro
Humaniora | 30 Maret 2023, 17:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Perang Jawa berakhir setelah Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda, 28 Maret 1830. Perang yang berlangsung selama lima tahun itu (1825-1830) itu, menelan biaya jutaan gulden dan ratusan nyawa melayang baik di kalangan prajurit kedua belah pihak maupun masyarakat.
Kisah penangkapan sang 'Raja Jawa' ini terjadi di bulan puasa dengan siasat licik Belanda. Pada 21 Februari 1830 atau empat hari menjelang bulan puasa tiba, Pangeran Diponegoro tiba di Menoreh, Bagelen (kini masuk Purworejo) untuk mengadakan perundingan dengan perwakilan gubernur jenderal sekaligus pejabat militer Hendrik Markus Baron de Kock.
Namun, karena De Kock masih di Batavia, Diponegoro dan pasukan bergerak menuju Magelang, tepatnya di sebuah perkemahan di Matesih, dekat Kali Progo, pada 8 Maret 1830.
Baca Juga: 11 November 1785 Pangeran Diponegoro Lahir, "Sang Ratu Adil" Pemimpin Utama Perang Jawa
Di sanalah mereka menjalankan ibadah puasa. Dan selama menjalankan puasa, tidak ada perang sebagaimana permintaan Diponegoro.
Kala itu, saat memasuki hutan belantara, kondisi tubuh Diponegoro sudah lemah akibat perang bertahun-tahun. Terutama penyakit malaria yang menyerangnya. Peter Carey, sejarawan yang menulis lengkap sejarah Diponegoro dalam bukunya Takdir, Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855) menyebut peristiwa itu dengan "Bulan Puasa yang Tak Biasa".
Seorang pejabat militer Belanda, Cleerens, menggambarkan kondisi tubuh sang pangeran. "Lebih dari siapapun, (ia) membutuhkan istirahat. Seluruh tubuhnya terlihat sangat letih," demikian digambarkan dalam buku tersebut.
Ketika memasuki Magelang, Diponegoro dan pasukan dielu-elukan dan disambut masyarakat. Pasukan pun membengkak menjadi 800 orang yang sebagian besar adalah bekas prajurit resimen kawal pribadi pangeran.
Ketika memasuki Magelang, mereka bersorban dan jubah hitam dengan tombak terhunus.
Cleerens mengambarkan kedatangan Diponegoro dan pasukannya. "Diponegoro masih memiliki banyak pendukung, di mana-mana orang menghormati dan mengelu-elukan dia," demikian laporan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van den Bosch yang cemas kepada atasannya di Belanda.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV